Rethink Plastic!: Menimbang Kembali Tentang Produk Plastik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Manusia menjadi penyebab masalah sampah dan plastik. Tetapi juga turut menentukan kelangsungan planet ini. Untuk menopang kehidupannya mereka menciptakan banyak. Tetapi materi-materi yang diambil dari alam untuk menciptakan produk-produk itu ada yang bisa diperbarui dan ada pula yang tidak. Hal ini diungkapkan dalam diskusi 'Rethink Plastic!' pada Jumat (31/8) yang dimoderatori Adithiyasanti Sofia dari Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) di @america Jakarta.
Pendiri Evoware David Christian mencontohkan barang-barang elektronik pada umumnya tidak dapat diperbarui. Setelah habis digunakan lalu dibuang. “Padahal sistem hidup yang ada seperti hukum alam. Sementara kita hanya membuang. Maka perlu memikirkan cara untuk menciptakan barang yang sejalan hukum alam dengan memikirkan sistem hidup yang ada.”
David Christian sejak 2016 memproduksi produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dia menciptakan wadah sachet dan minum dari rumput laut. Selain ramah lingkungan dan biodegradable, wadah itu bahkan dapat dimakan dan sehat untuk tubuh.
Sementara Maureen Simatupang dari Navakara menggambarkan situasi bisnis ramah lingkungan, “Untuk memulai bisnis ini ada baiknya kita masuk ke masalah pendidikannya. Karena ketika menjual barang, orang terbentur pada masalah harga. Produk ramah lingkungan itu selalu mahal. Karena itu tidak bisa berjualan produk secara langsung. Tetapi kita harus lebih menekankan kepada masalah pendidikannya. Kita harus mendidik konsumen. Misalnya bagaimana plastik mempengaruhi manusia dan alam. Bagaimana plastik menimbulkan perubahan iklim dan menghasilkan polusi. Karena dalam setiap tahapnya, plastik menghasilkan polusi.”
Lanjutnya, “Kita sering mendengar plastik daur ulang. Itu sebenarnya tidak daur ulang. Dari 100 produk yang ada itu hanya sembilan persen yang dapat didaur ulang. Karena dalam proses daur ulang harus mempertimbangkan kemampuan daur ulang seperti bernilai tidaknya produk sesudah didaur ulang.”
Di samping itu ada Vania Santoso. Dia sejak 2007 mengembangkan produk-produk daur ulang sampah sehingga menjadi sesuatu yang bernilai “wah”. Lewat label heySTARTIC dia memproduksi tas dalam berbagai bentuk model dan bahan. Dia pun menjadi pelopor ecofashion di Indonesia. Sedangkan Kevin Kumala menempuh suatu riset panjang. Dia menghabiskan waktu 17 jam sehari selama empat tahun. Akrab dengan alat-alat laboratorium. Menggunakan pelbagai materi demi menciptakan produk-produk ramah lingkungan.
“Saya benar-benar melangkah dengan iman. Di mana latar belakang saya di Biologi dan Kedokteran memberi bekal yang cukup untuk saya. Orang memanggil saya sebagai orang gila. Terlalu idealistis. Tetapi kalau kita bisa berjalan dengan iman, berjalan dengan prinsip ora et labora maka jalan itu selalu dibukakan tanpa kita sadari,” pungkas chief green officer Avani Eco ini.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...