Retrospeksi Sanggarbambu: Gerakan Kesenian di Tepian Arus
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Galeri R.J. Katamsi ISI Yogyakarta menggelar rangkaian retrospeksi Sanggarbambu meliputi pameran karya, diskusi, serta workshop 30 November - 15 Desember 2017.
Pembukaan pameran dihelat pada Kamis (30/11) malam oleh budayawan Mohamad Sobary. Dalam refleksi budayanya Sobary memberikan kritik-reflektif rangkaian pameran yang mengambil tajuk "Gerakan Kesenian di Tepian Arus" dalam bentuk candaan kepada perjalanan Sanggarbambu hingga saat ini.
"Seniman yang tidak menjadi bagian dari suatu arus, dan yang (hanya) bermain di tepi arus itu sama saja mencari selamatnya sendiri. Tidak berani. Golek selamet. Urip kok golek selamet. Selamat itu sudah dibawa bersama kelahiran dan kelahiran itu membawa (konsekuensi) pada kematian. Jadi tidak usah khawatir tentang selamat karena mati itu (sebuah) kepastian. Lahir itu angugerah kehidupan, sementara sakit dan kemiskinan itu bagian dari anugerah kehidupan. Sama dengan kematian itu sendiri." papar Sobary.
Begitulah Sanggarbambu secara bijaksana dengan hati-hati sekali (mengambil sikap) jawaban tersebut untuk masa itu. Keberaniannya untuk tidak mengambil bagian semisal manikebu menjadi represetasi dari kehati-hatian Sanggarbambu agar tidak memusuhi sesama pelaku seni saat itu.
"Moralitas dari perlawanan adalah (berani) melawan arus. Resikonya keli (hanyut) terbawa oleh arus (manakala tidak cukup kuat energi). Tapi keli yang mulia. Hanyut itu kapasitas kita tidak bisa melawan semua kekuatan besar. Tapi kalo hanyut ya jangan mati, karena kematian itu sabda yang sudah hadir bersama ketika kita lahir.
Dalam era yang penuh duit dan pencurian (dengan praktik korupsi dimana-mana) saat ini Sobary berharap Sanggarbambu ikut bermain di dalam arus. Hanya nepi arus sama saja you said nothing. Keadaan harus dilawan. Dalam situasi seperti itu Sanggarbambu harus mengambil keputusan "take war". Melawan arus menjadi lebih indah.
"Ibarat perang, berdoa saja tidak cukup. Ini kok malah berpuisi. Harusnya Sanggarbambu bisa mengambil posisi. Ambil senjata dan maju perang. Setidaknya dengan bedhilan dari bambu, itu sudah cukup mengingat kekuatan Sanggarbambu (mungkin) hanya segitu. Tapi itu lebih mulia, lebih elegan." kritik-canda khas Sobary dalam pembukaan pameran membaca pergerakan Sanggarbambu yang selama ini berada di luar kekuasaan sejak berdiri 1 April 1959.
Dari awal berdirinya Sanggarbambu yang sejak berdirinya yang telah banyak melahirkan tokoh di bidang seni seperti perupa Danarto dan Emha Ainun Najib (sastrawan), Abiet G Ade dan Untung Basuki (musisi), Putu Wijaya, Arifin C Noer dan Linus Suryadi AG (sastra), Kusno Sujarwadi, Mien Brodjo dan Adi Kurdi (film), Motinggo Boesje dan Soesilomurti (cerpen dan novel), Soenarto Pr, Mulyadi W, Irsam, Isnaeni MH, Indros, Totok Buchori dan GM Sudarta (senirupa) dikenal sebagai komunitas seni lintas disiplin yang mengambil posisi non-partisan.
Kepala Galeri R.J. Katamsi I Gede Arya Sucitra dalam penjelasannya menyebutkan bahwa rangkaian pameran kali ini bukanlah semata-mata display karya seniman Sanggarbambu namun lebih pada salah satu bagian program galeri untuk mengambil posisi dan peran dokumentasi-pengarsipan komunitas seni rupa yang mewarnai perjalanan dan perkembangan seni rupa di Indonesia.
Lebih lanjut Arya Sucitra menjelaskan Galeri R.J. Katamsi terbuka bagi seniman seni rupa tanpa melihat latar belakangnya. Seniman akademis, seniman otodidak, bahkan yang drop out pun dipersilakan memanfaatkan galeri. Selama temanya lolos dalam kurasi tim, galeri membuka diri seluas-luasnya.
"Persoalan pengarsipan tentu membutuhkan waktu dan dukungan dari teman-teman semua. Dalam tiga tahun terakhir ini galeri (R.J. Katamsi) telah membangun kerjasama diskusi baik dengan museum, galeri seni rupa, komunitas dan organisasi seni. Pameran-pameran yang menghadirkan anatomi sejarah seni rupa Indonesia bisa kita rangkai sedikit demi sedikit (salah satunya) melalui jalur ini." jelas Arya Sucitra pada Diskusi Seni yang diselenggarakan Kamis (7/12) siang.
Dalam Diskusi Seni rangkaian pameran Sanggarbambu Kamis (7/12) siang, ketua Sanggarbambu Totok Buchori bersama seniman-budayawan Danarto memberikan refleksi Sanggarbambu.
"Partisipasi dan terbuka untuk masyarakat luas itu yang tetap dipertahankan oleh Sanggarbambu hingga saat ini. Salah satunya adalah pameran pada ulang tahun 1 April lalu yang diikuti 675 peserta dari berbagai kota dengan karya ukuran 30 cm x 30 cm tanpa kurator karena semangatnya adalah membangun lingkar persaudaraan sebagaimana tema ulang tahun Sanggarbambu." jelas Totok Buchori.
Saat merayakan ulang tahunnya yang ke-58, Sanggarbambu Yogyakarta menggelar pameran seni rupa dalam tajuk "Lingkar Persaudaraan" di Galeri Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta, Jalan Bugisan, Bantul. Selama seminggu, 1-7 April tahun ini berbagai karya seni dari perupa maupun masyarakat umum dipamerkan. Pada saat ulang tahun tersebut, Sanggarbambu juga mementaskan teater dengan naskah karya Kirdjomulyo.
Pada diskusi seni Suwarno Wisetrotomo kurator Galeri R.J. Katamsi memberikan catatan tentang jalan yang ditempuh Sanggarbambu yang bukanlah jalan tengah di arus pergolakan isu nasionalisme, agama, dan komunisme. Namun jalan yang berbeda yakni membangun kesadaran berbangsa, upaya membangun keragaman, dan menghadirkan potensi seni-kesenian sebagai perekat kehidupan bersama.
Dalam pameran retrospeksi "Gerakan Kesenian di Tepian Arus" dipamerkan karya-karya dua-tiga dimensi seniman Sanggarbambu pada masa awal hingga saat ini. Tercatat karya Soenarto PR berjudul "Potret Diri kado Ulang Tahun untuk Saptoto" yang dibuat tahun 1956 ukuran 31 cm x 40 cm dalam media pastel di atas kertas. Kehadiran salah satu pendiri Sanggarbambu Soenarto PR ditengah-tengah acara diskusi sempat menjadi kejutan tersendiri.
Sketsa serta karya-karya drawing-lukisan potret dengan gaya dekoratif menjadi salah satu ciri khas dan kekuatan Sanggarbambu turut mewarnai dunia seni rupa Indonesia. Karya-karya Handogo, Syahwil, Supono PR, Darmadji, Sumartono, di awal tahun 1960-an hingga Galuh Taji Malela tahun 2017 menghias ruang pamer R.J. Katamsi.
Eksperimen karya seni banyak dilakukan oleh anggota Sanggarbambu. Keramik misalnya yang akhir-akhir ini menjadi eksplorasi seniman-perupa, Ahmad Masih, Totok Buchori, maupun Dadang Christanto pada awal tahun 1970-an kerap membuat karya keramik.
Dipamerkan pula dokumentasi publikasi media serta barang-barang artefak yang menjadi saksi kiprah perjalanan Sanggarbambu dalam memberikan sumbangsih bagi dunia seni rupa Indonesia. Melengkapi pameran, pada Selasa (12/12) akan dihelat workshop "Menong dan Topeng Kertas".
Pameran retrospeksi "Gerakan Kesenian di Tepian Arus" akan berlangsung hingga 15 Desember 2017 di ruang pamer Galeri R.J. Katamsi Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...