Revisi UU Pilkada Sepakat Dibawa ke Paripurna
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi II DPR dan Pemerintah akhirnya sepakat membawa revisi UU No 1/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke dalam Rapat Paripurna DPR, pada Selasa (17/2). Kesepakatan itu diambil seusai 10 fraksi Komisi II DPR, Komite I DPD, serta pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly, menyampaikan pandangan dalam Rapat Pleno Komisi II DPR, Senin (16/2).
"Apakah RUU ini disetujui dibawa ke Rapat Paripurna DPR," kata Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/2).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Mustafa Kamal menjelaskan beberapa poin kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Pemilihan dilakukan secara berpasangan kepala daerah dan wakilnya. "Musyawarah mencapai mufakat, dilakukan secara berpasangan seperti yang sudah terjadi," tutur Mustafa.
Kemudian penghapusan uji publik, di mana uji publik menjadi domain dan gabungan partai politik dengan memberikan sosialisasi ke masyarakat. "Parpol melakukan proses rekrutmen secara transparan dan akuntabel," ujarnya.
Poin lainnya penguatan pendelegasian KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pilkada. Persyaratan pendidikan kembali ke awal yakni SMU/sederajat. "Persyaratan usia tetap seperti apa yang ada di UU Pilkada di mana 25 tahun untuk bupati/wali kota, 30 tahun untuk gubernur," kata politisi PKS itu.
Lalu syarat dukungan calon perseorangan ditingkatkan 3,5 persen mengikuti jumlah penduduk, sehingga calon independen sejak awal sudah memiliki dasar legitimasi atas dukungan tersebut.
Badan Peradilan Khusus
Selain itu, Rapat pengambilan keputusan tingkat I di Komisi II DPR juga menyepakati bahwa perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Badan Peradilan Khusus.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy, Badan Peradilan Khusus diharapkan berdiri sebelum pelaksanaan pemilihan serentak secara nasional. "Sebelum dibentuk Badan Peradilan Khusus tersebut maka UU Pilkada mengamanahkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi. Keputusan ini final dan mengikat," kata dia.
Sengketa pemilihan kepala daerah antara calon kepala daerah dengan KPU berkenaan dengan penetapan pasangan calon peserta pemilihan dilaksanakan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, setelah melewati upaya administratif di Bawaslu (Provinsi) dan Panwaslu (Kabupaten).
"Keputusan PTUN bersifat final dan binding. Norma ini berubah dibanding perpu yang masih membuka peluang banding kasasi sampai Mahkamah Agung," kata dia.
Berikut tahapan pemungutan suara serentak nasional:
1. Dilaksanakan Desember 2015 untuk kepala daerah yang berakhir masa jabatan tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan Juni 2016.
2. Dilaksanakan Februari 2017 untuk kepala daerah yang berakhir masa jabatan Juli sampai dengan Desember 2016, dan yang berakhir tahun 2017
3. Dilaksanakan Juni 2018 untuk kepala daerah yang berakhir masa jabatan 2018 dan 2019
4. Dilaksanakan tahun 2020 untuk kepala daerah hasil pemilihan 2015
5. Dilaksanakan tahun 2022 untuk kepala daerah hasil pemilihan 2017
6. Dilaksanakan tahun 2023 untuk kepala daerah hasil pemilihan 2018
7. Dilaksanakan tahun 2027 pemilihan kepala daerah serentak secara nasional.
"Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah diangkat pelaksana tugas kepala daerah dari jabatan pemimpin tinggi madya (eselon 1), sedang mengisi jabatan bupati/wali kota diangkat penjabat dari jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon 2)," kata Lukman Edy.
Editor : Sotyati
Uji Coba Rudal Jarak Jauh Korea Utara Tanda Peningkatan Pote...
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Korea Utara menguji coba rudal balistik antar benua (ICBM) untuk pertama kali...