Loading...
BUDAYA
Penulis: Esther GN Telaumbanua 08:40 WIB | Jumat, 20 September 2013

Revitalisasi Pusaka Wilayah Kepulauan Melalui TAKSA 2013

Pura Karangsem, Bali. (Foto: Indonesia Heritage)

AMPENAN, SATUHARAPAN.COM – Pemilihan provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai tempat pelaksanaan Temu Pusaka Indonesia (TAKSA) 2013 memang tepat. TAKSA, sebagai Program tahunan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) ini diselenggarakan berpusat di kawasan kota tua Ampenan pada 12-15 September lalu.

Kota tua Ampenan memang layak menjadi bagian jaringan kota pusaka secara nasional dan internasional. Kegiatan TAKSA 2013 ini sangat selaras dengan revitalisasi kota tua Ampenan yang sedang dicanangkan sebagai perwujudan visi kota Mataram yang maju, religius dan berbudaya.

“Masyarakat berbudaya tidak hanya dilihat dari berkembangnya adat istiadat tetapi juga dalam perkembangan infrastruktur yang berkarakter kearifan lokal. Revitalisasi kota tua Ampenan dirancang dengan intervensi perencanaan yang berbasis partisipasi masyarakat. Harapan kami dapat membangun kebanggaan kejayaan masa lampau Ampenan, dan mendatangkan kesejahteraan,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Mataram, Makmur Said.

Selama ini perhatian terhadap pelestarian pusaka di wilayah kepulauan masih kurang. NTB, sebagai provinsi kepulauan memang sarat dengan warisan pusaka saujana, perpaduan budaya maritim dan daratan. Selain landscape dan pantai yang indah, Pulau Lombok kaya dengan pemukiman adat peninggalan sejarah dan warisan budaya lama suku Sasak.

Budaya dan kepercayaan asli, serta ekosistem di wilayah ini mewarnai tata dan gaya arsitektur pemukiman mereka. Rumah-rumah adat dibangun berbahan utama anyaman bambu dengan arsitektur khas menyesuaikan pada iklimnya yang tropis dan kering.

Kabupaten Lombok Utara

Di Kabupaten Lombok Utara tersebar ratusan pemukiman adat dengan luas area 2 sampai puluhan ha. Di sinilah masyarakat asli suku Sasak hidup menghuni rumah adat sampai saat ini. Pemukiman ini masih lengkap dengan kelembagaan adat, para pemangku dan pranata, serta aturan adat (awig-awig). Tua, miskin dan kumuh seperti yang dikesankan Desa Adat Karang Bajo dan Segenter, menggambarkan pergulatan mereka di antara mempertahankan keberadaan masyarakat adat dan tantangan modernisasi masa kini terutama dalam kaitan peran pengelolaan sumber daya alam. Dalam diskusi, Dr. Rijadi Joedodibroto mengatakan revitalisasi desa adat harus dilakukan untuk memfungsikan lebih produktif melalui penyeimbangan ekosistem dan upaya pemenuhan kehidupan hidup masyarakat untuk mengangkat harkat dan martabatnya, dan menata pemukiman yang sehat dan nyaman.

Di kabupaten ini terdapat 32 hutan adat (pawang) seperti pawang Mandala, pawang Bangket Bayan, dan Pawang Buani. Pawang ini memiliki fungsi sosial, ekonomi dan ekologis. Keberadaan pawang ini bagaikan paru-paru dan oase yang merupakan penyeimbang ekosistem Lombok yang berkarakter berbeda yaitu kering, panas dan basah. Pawang Buani di desa Bentek, memiliki keunikan tersendiri. Di tengah kawasan hutan lestari itu, terdapat sebuah pura bagi umat Buddha yang menjadi model inspiratif keharmonisan antarumat berbeda keyakinan. “Sebagai kabupaten baru masih banyak masalah dihadapi terutama soal regulasi dalam pengelolaan dan pemanfaatannya namun pemerintah daerah tetap berkomitmen untuk terus melakukan penataan dengan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat dan kearifan lokal’, Bupati Lombok Utara menegaskan.

TAKSA 2013

TAKSA 2013 yang mengangkat tema ‘Mendayaragamkan Pusaka Indonesia Dalam Keseimbangan yang Futuristik, Mencerahkan dan Menyejahterakan’, dibuka secara resmi oleh Gubernur NTB, TBH Zainul Majdi dan dihadiri oleh ratusan lembaga mitra pelestari, praktisi, akademisi dan pencinta pusaka Indonesia. Tampak hadir pejabat dari berbagai instansi terkait seperti PU, KemenkoKesra, anggota DPR RI, pengusaha dan Mantan Mendikbud, Wardiman. Kegiatan Taksa diisi dengan Temu Mitra Pelestari se-Indonesia, Jelajah Pusaka dan diskusi revitalisasi di Kota Pusaka Ampenan, Hutan Adat dan Desa Adat, serta Desa Pesisir Lekok di Kabupaten Lombok Utara.

 

TAKSA 2013 melahirkan ‘Deklarasi Lombok’ yang menekankan perlunya perumusan kembali tatakuasa, tataguna, tataproduksi dan tata konsumsi berbasis karakteristik Indonesia sebagai negeri kepulauan untuk menjaga pusaka Indonesia sebagaimana diwujudkan dalam laku budaya dan diamalkan dalam peradaban masyarakat pesisir, kepulauan, lingkar hutan dan petani selama ini. Pusat-pusat kebudayaan dan peradaban yang bertautan dengan karakter kepulauan dan kenusantaraan perlu dipelihara dan dikembangkan untuk menguatkan keindonesiaan dan dalam meragamdayakan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal itu rumusan UUD 45 beserta turunannya perlu dirumuskan ulang pusaka-pusaka yang ada dan akan diciptakan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.

Kongres BPPI

Kegiatan ini diikuti dengan Kongres Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) untuk pemilihan kepemimpinan baru BPPI. I Gde Ardika (mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata), masih terpilih kembali untuk memimpin periode tiga tahun ke depan. Sebagai pelaksana TAKSA di Lombok adalah Yayasan Santiri NTB didukung oleh pemerintah daerah setempat. Penutupan TAKSA dirangkai dengan perayaan HUT Kota Mataram berupa Festival Ampenan yang diisi berbagai kegiatan seperti lomba foto, lomba lukis, gelar seni kolaboratif tari sasak modern, musik tradisional, barongsai, dan makan bersama (begibung) ala Ampenan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home