Rezim Hari Ini Diduga Agendakan UU Revisi KPK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti merincikan kebijakan yang dihasilkan rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merampas demokrasi milik rakyat antara lain, UU MD3, Tatib DPR, UU Pilkada, belum lagi UU yang lain.
Yang lebih mengerikan lagi, UU Keormasan yang dulu pernah ditolak rakyat bersama-sama akan diagendakan lagi di DPR, juga sedang disiapkan UU revisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lebih jauh ia menjelaskan, di rezim SBY ini praktik-praktik untuk kembali ke rezim orde baru sudah dimulai, boleh dibilang UU yang memperteguh konsolidasi demokrasi itu jarang ditemukan di era SBY itu. Sementara pada rezim sebelumnya, yakni UU Anti-tahanan Politik dibuat di era Habibie, UU Perlindungan terhadap Kaum Minoritas dibuat di era Gus Dur.
Maka boleh dibilang Habibie meninggalkan Indonesia dengan pemilu yang lebih baik, Gus Dur meninggalkan Indonesia dengan pluralisme di dalam konstitusi yang bisa dirasakan sampai saat ini, Megawati meninggalkan Indonesia dengan suasana politik yang lebih demokratis. Tetapi SBY meninggalkan Indonesia dengan membiarkan UU Pilkada, UU MD3 dan sejumlah kebijakan lainnya yang dengan jelas merampas demokrasi milik rakyat.
Ray menilai, para pemimpin bangsa saat ini bertindak secara zig zag, bertindak atas nama konstitusi tetapi sebenarnya tidak memiliki niat yang tulus untuk menjaga demokrasi yang sudah diraih.
“SBY dua kali menjadi presiden dan berbicara di dunia internasional seolah-olah ia menjadi punggawa dari kaum yang menjunjung tinggi demokrasi, dan ia mendapat banyak penghargaan untuk itu, padahal sebenarnya waktu tragedi Mei 1998 dia ada di mana?"
"Bahkan kasus pelanggaran HAM sejak dulu tidak pernah dituntaskan oleh dia. Ketika rapat paripurna DPR yang mengesahkan UU Pilkada yang mengatur pemilihan kepala daerah kembali oleh DPRD, SBY ada di mana?” kata Ray orasinya di mimbar bebas yang diselenggarakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bertema "Darurat Demokrasi: Jangan Biarkan Demokrasi Mati dengan Tenang, Hanya Satu Kata... Lawan!", di halaman kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/10)..
Tanggal 10 Oktober mendatang akan diselenggarakan Bali Democracy Forum, tetapi Ray menilai bahwa sebanyak 132 elemen masyarakat yang hadir dalam mimbar bebas itu bukan menolak Bali Democracy Forum, tetapi mereka menolak hadir di tempat itu, untuk memberi sinyal pada SBY bahwa dia berbohong terhadap demokrasi.
“Anda hanya menggunakan demokrasi untuk berkuasa, untuk sekedar mendapatkan perhatian dunia internasional, tetapi tidak ada setetes pun keringat-mu yang benar-benar memperjuangkan demokrasi,” seru Ray kepada SBY dalam mimbar bebas tersebut.
Menurut dia, pemuka-pemuka agama dalam PP Muhammadiyah 2010 lalu mengungkapkan kepada publik bahwa Indonesia punya presiden yang suka berbohong. Tokoh-tokoh agama itu ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Mereka mengatakan dalam PP tersebut ada sembilan kebohongan SBY, dan itu tahun 2010, tidak terbayangkan berapa banyak kebohongan SBY sampai dengan hari ini.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...