Ribuan Umat Hindu Ikuti Tawur Kesanga Nasional
SLEMAN, SATUHARAPAN.COM - Ribuan umat Hindu mengikuti Upacara Tawur Agung Kesanga Nasional di pelataran selatan kompleks Candi Prambanan, Kabupaten Sleman, sebagai persiapan perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939, Senin (27/3).
Ribuan umat Hindu yang datang dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan sejumlah kota lain tersebut, mengikuti ritual upacara sebelum mereka melakukan Catur Brata Penyepian.
Dalam upacara yang dihadiri Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin, Dirjen Binmas Hindu Kementerian Agama, Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam X, pimpinan PHDI Pusat, Gubernur Bali tersebut, mengangkat tema "Bangun Harmoni Dalam Kebhinekaan".
Ketua Panitia Nyepi Nasional Saka 1939 Irjen Pol Ketut Untung Yoga mengatakan Tahun Baru Saka merupakan tonggak peringatan atas kejayaan hidup dan sekaligus hari toleransi dengan membangun harmoni, persaudaraan sejati, dan introspeksi atas tindakan yang telah dilakukan selama kehidupan.
"Hanya dengan kesadaran bahwa setiap makhluk mendambakan kasih dan penghargaan yang tulus dalam wujud perdamaian, harmoni, dan persaudaraan sejati, persatuan dan kesatuan bangsa ini bisa tetap terjaga," katanya.
Menurut dia, tidak menyakiti dan bertindak jujur wajib hukumnya terhadap orang lain.
"Lenyapnya penderitaan semua makhluk, itulah hendaknya menjadi tujuan hidup," katanya.
Ia mengatakan Nyepi bukan sekadar perayaan untuk menyambut Tahun Baru Saka, tetapi mengandung nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kualitas "Srada" dan "Bakti" kepada Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa.
"Nyepi memiliki makna spiritual yang dalam sebagai perwujudan `Yadnya` yang tulus ikhlas demi bakti, cinta kasih sayang, `prema yoga` ke hadapan Sang Hyang Widhi," katanya.
Hubungan harmonis terhadap sesama manusia, bahkan sesama makhluk hidup, diwujudkan dengan sikap toleransi, persaudaraan sejati, saling menghormati, dan saling menghargai.
"Kamu adalah aku, aku adalah kamu, kebahagianmu adalah kebahagiaanku, penderitaanmu adalah penderitaanku juga. Senang melihat orang senang, susah melihat orang susah, bukan sebaliknya, susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah," katanya.
Ia mengatakan orang yang suka membeberkan keburukan orang lain, sesungguhnya adalah membeberkan keburukan sendiri.
"Buat apa buang-buang waktu membicarakan orang lain, lebih baik gunakan momentum Nyepi ini untuk merenungkan diri. Apa yang dapat disumbangkan untuk kedamaian dan kesejahteraan dunia alam semesta?," katanya.
Upacara Tawur Agung Kesanga Yogyakarta di pelataran Candi Prambanan, katanya, telah ditetapkan sebagai "Warisan Budaya Tak Benda Indonesia" oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketua III Panitia Perayaan Hari Raya Nyepi di DIY Ketut Witra mengatakan sebelumnya dalam rangkaian Hari Raya Nyepi sudah dilakukan beberapa rangkaian acara, di antaranya Melasti di Pantai Ngobaran, Gunung Kidul, bakti sosial penanaman pohon atau "Wono Kerti" di Lereng Merapi dan di Gunung Kidul.
Ia mengatakan "Tawur Kesanga" digelar satu hari menjelang prosesi Nyepi. Upacara itu, sebagai simbol upaya untuk mengalahkan keburukan yang dilambangkan dengan ogoh-ogoh.
"Karena ini adalah kegiatan budaya maka digelar beberapa hari sebelum Hari Raya Nyepi sebagai hiburan bagi masyarakat," katanya.(Ant)
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...