Rieke Dyah Pitaloka: Perlindungan Buruh Migran Harus Menyeluruh
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kira-kira satu dari tujuh buruh migran yang pulang ke Indonesia melaporkan menghadapi masalah. Penanganan masalah buruh migran itu sangat rumit mekanismenya dan tidak transparan. Dibutuhkan suatu kesepakatan bersama.
“Jangankan yang masih hidup, yang sudah meninggal saja memulangkan jenazahnya sulit setengah mati. Sudah mati sulit setengah mati mulangin. Kita kejar-kejar akhirnya bisa dipulangkan jenazah itu. Sampai di kampung, uang asuransi, gaji-gajinya ada yang nyunat juga.” Kata anggota DPR RI Rieke Dyah Pitaloka di Paramadina Graduate School Jakarta ketika diwawancara pada hari Rabu (16/10).
Persoalan buruh migran Indonesia itu berlapis-lapis menurut anggota Panitia Khusus Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri (RUU PPILN) ini.
Negara harusnya bertanggungjawab atas persoalan buruh migran seperti diamanatkan konstitusi. Dalam tatanan tertentu otoritas dan tanggungjawab di tangan Pemerintah. Penanganan buruh migran tidak bisa didelegasikan kepada pihak swasta.
Lanjut Rieke Dyah Pitaloka, “Rakyat ini bukan barang dagangan. Kalau terjadi pendelegasian, seperti pendidikannya, perlindungannya, tidak akan bisa maksimal.”
Mendorong perlindungan buruh migran itu harus sejalan dengan ratifikasi konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan keluarganya. Perlindungan buruh migrant harus menyeluruh. Dari mulai rekruitmen dari keluarganya hingga pengiriman ke negara penempatan samapi bisa pulang lagi. Harus ada dalam perlindungan hukum secara keseluruhan di dalamnya.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...