Rio Tinto Belum Putuskan Hengkang dari Freeport di Papua
LONDON, SATUHARAPAN.COM - Rio Tinto, perusahaan Australia yang merupakan salah satu pemegang saham utama Freeport McMoran, masih mempertimbangkan apakah akan hengkang atau tetap bertahan sebagai pemegang saham pada perusahaan yang mengelola salah satu tambang tembaga terbesar di dunia, yaitu pertambangan Grasberg di Papua.
Februari lalu, Chief Executive Officer Rio Tinto, Jean Sebastien Jacques, mengatakan perusahaan yang dipimpinnya bisa saja menjual seluruh kepemilikannya dan hengkang dari pertambangan Grasberg.
Pernyataan itu ia sampaikan menyusul keputusan pemerintah ketika itu yang menghentikan ekspor konsentrat tembaga perusahaan itu serta berhasrat menjadi pemegang saham.
Ancaman hengkang oleh para pengamat dipandang sebagai seruan kekecewaan atas isu yang sudah lama menyelimuti masa depan tambang Grasberg. Rio Tinto tidak hanya terganggu atas ketidakpastian regulasi dari pemerintah tetapi juga atas kinerja Freeport Indonesia terkait dengan lemahnya catatan keamanan dan pembuangan limbah ke sungai, hal yang bertentangan dengan kebijakan Rio Tinto.
Dalam rapat dengan para pemegang saham Rio Tinto di London pada hari Rabu (12/04), Jacques kembali mengangkat isu tambang Grasberg dan membicarakan masa depan investasi mereka di sana.
"Tidak ada keraguan bahwa Grasberg adalah sumber daya kelas dunia. Namun, ada perbedaan antara sumber daya kelas dunia dan bisnis kelas dunia," Jacques.
"Rio Tinto harus sampai pada suatu kesimpulan tentang apakah kami ingin tinggal atau tidak ... kami akan menginformasikan pasar seiring dengan perkembangan situasi," kata dia.
Rio Tinto memiliki joint-venture dengan Freeport-McMoRan atas pertambangan tembaga dan emas Grasberg, dengan hak 40 persen dari produksi di atas tingkat tertentu sampai 2021 dan 40 persen dari semua produksi setelah 2021.
Ekspor konsentrat tembaga Freeport telah berhenti pada Januari, ketika Indonesia memperkenalkan aturan baru tentang smelter, aturan izin dan divestasi 51 persen saham.
Namun pekan lalu pemerintah telah mengizinkan kembali Freeport melakukan ekspor untuk enam bulan ke depan.
Menurut informasi, Freeport telah kehilangan pendapatan sekitar US$ 1 miliar sejak ekspor konsentrat tembaga mereka dihentikan. Demikian juga pemerintah telah kehilangan jutaan dolar dalam bentuk royalti dan mengkhawatirkan PHK dan perlambatan ekonomi di wilayah Papua.
Editor : Eben E. Siadari
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...