Romo Benny Prediksi KMP Pasca PD Dukung Pilkada Langsung
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rohaniawan dan pegiat sosial, Romo Benny Susetyo memprediksikan nasib Koalisi Merah Putih (KMP) pasca-Partai Demokrat (PD) menyatakan dukungannya terhadap pilkada langsung, hanya akan tersisa tiga partai yaitu Gerindra, Golkar, dan PKS, sebagaimana ia ucapkan saat memberikan keterangan pers di Menteng Huis, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (19/9).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa politik itu merupakan seni untuk mencapai tujuan, yang membuat pelakunya terkadang harus menyesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda, jadi tidak ada politik yang lurus, misalnya seperti dua partai dari KMP (PAN dan PPP) yang akan ditarik koalisi Jokowi-JK, bahkan ada kemungkinan partai untuk bermain dua kaki (seperti PD, Red).
Terkait dengan Golkar, Romo Benny berpendapat KMP akan tetap solid kalau ketuanya masih Aburizal Bakrie, tetapi jika setelah munas (musyawarah nasional) tahun 2015 mendatang, bisa saja arah koalisi itu berubah. Sedangkan PD yang mengklaim dirinya menjadi kekuatan (partai) penyeimbang, ternyata karena kondisi politik terpaksa harus bermain dua kaki.
Termasuk hubungan SBY dan Megawati yang sejak dulu tidak baik, bisa saja cair karena kesamaan kepentingan politik. Ketidakharmonisan hubungan antara SBY dan Megawati itu karena perbedaan pandangan politik, tetapi relasi secara pribadi bisa saja tetap terjadi, dan di situ bisa menjadi celah. Sayangnya, kita tidak pernah tahu seperti apa relasi pribadi semacam itu.
“Jadi politik itu jangan hanya dilihat di permukaan saja, tetapi harus diketahui juga bahwa selalu ada sesuatu di baliknya itu,” kata dia.
Koalisi karena Kesamaan Kepentingan
Berdasarkan pandangan Romo Benny, dalam sejarahnya politik di Indonesia tidak ada ideologi yang jelas, melainkan kepentingan. Maka jangan berharap membangun partai karena kesamaan ideologi, yang benar adalah karena kesamaan kepentingan.
Akan tetapi realitas politik sekarang, persoalannya adalah Jokowi butuh parlemen yang kuat, kalau tidak kebijakannya akan diganggu, maka Jokowi perlu kompromi.
“Politik kita dalam sejarahnya juga selalu transaksional, dan selama ini kulturnya tidak pernah berubah, tidak ada yang berjiwa ksatria, hari ini jadi teman besok bisa menjadi lawan karena masalah kepentingan. Tetapi sebenarnya ini sah-sah saja, untuk mendapatkan komposisi yang lebih besar bagi dirinya sendiri (partai, Red),” urai Romo Benny.
Jokowi menyadari realitas ini, bahwa politik itu senantiasa ada kompromi, transaksional, dan selalu ada balas budi. Tetapi balas budi itu bisa bisa diminimalisasi dengan membangun sistem, misalnya seperti persyaratan harus lepas dari jabatan partai, mengikuti aturan koalisi, harus bersih, belum pernah tersangkut korupsi, dan lain sebagainya.
Dari 34 kabinet, 16 kursi diberikan kepada partai politik sah-sah saja menurut Romo Benny, seperti disyaratkan harus lepas dari jabatan partai. Bahkan Jokowi menyatakan kabinetnya nanti harus lepas dari jabatan partai, kalau tidak nantinya tidak akan bisa terpilih.
“Tidak seperti kemarin, persoalannya kabinet itu seperti hanya melayani kepentingan partai, karena pimpinan partai masuk di sana, dan biaya partai dibebankan kepada kementerian itu. Maka, kita semua berharap semua calon kabinet itu nantinya diperiksa oleh KPK terlebih dahulu untuk diberikan rekomendasi apakah orang itu bersih atau tidak,” pungkasnya.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...