Loading...
EKONOMI
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 16:48 WIB | Senin, 16 Desember 2013

Rp 12.500 per Dollar, Titik Keseimbangan Baru Rupiah 2014

Foto: Antara

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Nilai tukar rupiah pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai titik keseimbangan baru pada level Rp 12.000-Rp 12.500 per dolar AS, menyesuaikan dengan situasi riil ekonomi nasional dan global saat itu.

"Saya rasa rupiah akan memiliki tren baru. Sulit menentukan angka pasti, namun pada kisaran Rp 12.000-Rp 12.500 per dolar AS, itu titik normal, tidak perlu dikhawatirkan," kata Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin, usai "Launching Indonesia Economic Quarterly Report, 2013, BKPM-World Bank," di Jakarta, Senin (16/12).

Menurut Wijayanto, pada 2014 merupakan Tahun Pemilu, namun pada tahun tersebut gejolak politik tidak akan terlalu besar mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Ia menjelaskan, pada 2014 rupiah akan lebih dipengaruhi kondisi fundamendal ekonomi yang masih saja kurang kompetitif.

"Infrastruktur seperti pelabuhan kita masih payah yang mengakibatkan sistem logistik nasional tidak mengarah kepada perbaikan yang signifikan, termasuk memicu terciptanya ekonomi biaya tinggi," ujarnya.

Hal lain yang dinilai menjadi penyebab tekanan terhadap rupiah adalah masih besarnya subsidi BBM yang mendorong tingginya konsumsi komoditas itu, dan neraca perdagangan yang masih defisit.

"Tentunya, faktor-faktor tersebut seharusnya sudah diantisipasi Pemerintah, agar daya saing setiap produk yang dihasilkan di dalam negeri semakin tinggi," tuturnya.

Meski begitu diutarakan Wijayanto, Indonesia sudah banyak belajar dari Krisis 1998, jadi tidak ada alasan rupiah terpuruk level yang lebih dalam.

Wijayanto yang juga Wakil Rektor Universitas Paramadina ini menjelaskan pada 1998 kondisi berbeda, di mana perbankan kolaps, sektor riil kolaps, dan diikuti banyaknya "layoff" (PHK).

"Kondisi itu semakin diperparah karena komposisi utang swasta dan pemerintah yang sangat dominan, di mana hanya 25 persen utang-utang tersebut yang di-hedging (lindung nilai, --red)", ujarnya.

Ketika itu tambahnya, nilai tukar rupiah anjlok tajam dari Rp 2.500 per dolar AS menjadi Rp 17.000 per dolar AS, atau nilainya hingga 85 persen.

Untuk itulah ujar Wijayanto, pada tahun 2014 agar depresiasi berada pada batas-batas kewajaran maka pemerintah harus membuat semua aspek bisnis lebih efisien.

"Ketika ekonomi makin kompetitif maka mata uang akan makin menguat makin kompetitif maka uang anda makin menguat. Ketika daya saing melemah maka mata uang makin melemah pula. Jadi, tekanan terhadap rupiah salah satu fakta buruknya tingkat daya saing," ucapnya.

Sesungguhnya ada benarnya ketika rupiah melemah terhadap dolar menyebabkan ekspor lebih bagus.

Tetapi masalahnya yang banyak diekspor itu adalah komoditi yang cenderung tidak eleasit, jadi berapapun harga di pasar internasional permintaanya tetap.

"Batu bara, CPO ketika harganya murah bukan berarti permintaan dari negara lain bertambah. Selain karena pembelian adalah kontrak forward, komoditas Indonesia yang diekspor juga terpaku pada bahan baku burang barang jadi," paparnya. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home