RSF: Jokowi Belum Tepati Janjinya Bebaskan Pers ke Papua
PARIS, SATUHARAPAN.COM - Organisasi perlindungan wartawan internasional, Reporters Without Borders atau Reporters Sans Frontières ( (RSF) menyoroti masih buruknya kebebasan pers di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah masih tertutupnya akses pers ke Papua.
Hal ini terungkap dalam laporan tahunan RSF tentang Indeks Kebebasan Pers tahun 2017 yang dilansir hari ini (27/04). Dalam laporan ini, terdapat 180 negara yang diberi peringkat.
Peringkat Indonesia membaik dari sebelumnya 130 pada tahun 2016 menjadi 124 pada tahun 2017. Skor globalnya juga membaik, dari 41,72 pada tahun 2016 menjadi 40,91 pada tahun 2017 (semakin kecil skornya, semakin baik kebebasan pers).
Meskipun demikian, dalam analisisnya, RSF justru memberikan kritik yang cukup tajam atas kebebasan pers di Indonesia yang masih berada di zona merah.
"Presiden Joko Widodo belum memenuhi janji kampanyenya," demikian RSF.
"Masa kepresidenannya terus ditandai oleh pelanggaran kebebasan media yang serius, termasuk kurangnya akses media ke Papua, dimana kekerasan terhadap wartawan lokal terus berkembang," lanjut laporan RSF.
"Wartawan asing dan domestik berisiko ditangkap dan disiksa jika mereka mencoba mendokumentasikan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan militer di sana."
Meskipun demikian, RSF memberikan catatan bahwa intimidasi dan bahkan kekerasan oleh militer terhadap wartawan yang mencoba meliput penyalahgunaan wewenang mereka tak hanya terbatas di Papua. Di daerah lain, menurut RSF yang mengutip laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), hal semacam itu masih terus berlangsung.
Laporan RSF juga menggarisbawahi bahwa kelompok radikal agama juga merupakan ancaman terhadap kebebasan mendapatkan informasi. "Banyak jurnalis mengatakan mereka melakukan sensor sendiri untuk menghindari risiko melanggar UU Penistaan Agama dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)."
Dalam melakukan pemeringkatan, RSF menggunakan sejumlah kategori kriteria. Masing-masing adalah pluralisme, independensi media, lingkungan dan swasensor, kerangka legislatif, transparansi, infrastruktur dan penyalahgunaan kekuasaan.
Negara yang memiliki skor 0-15, berada pada zona putih yang berarti baik.
Negara yang memiliki skor 15,01-25, berada di zona kunung yaitu cukup baik.
Negara yang memiliki skor 25,01-35 berada di zona oranye yaitu problematis.
Negara yang memiliki skor 35.01-55 berada di zona merah yang berarti buruk.
Negara yang memiliki skor 55,01-100 berada di zona hitam yang berarti sangat buruk.
Dengan demikian, Indonesia masih berada di zona buruk atau merah.
Bila didasarkan pada peringkat, Indonesia berada di tempat yang lebih buruk dibanding Nigeria (peringkat 122) bahkan Afganistan (peringkat 120).
Berada di puncak peringkat adalah Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, dan Belanda.
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...