Ruhut: Presiden Sudah Marah, Jaksa Agung Harus Jemput Bola
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Politikus Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, meminta Kejaksaan Agung bergerak cepat dalam mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto, dan pengusaha minyak, Muhammad Riza Chalid.
Dia menjelaskan, langkah tersebut harus segera dilakukan karena Presiden Jokowi telah marah setelah membaca transkrip lengkap percakapan antara Novanto, Riza, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.
"Kalau saya Jaksa Agung, saya tangkap Novanto," kata Ruhut, saat dihubungi, hari Selasa (8/12).
Menurut dia, seharusnya Kejaksaan Agung bisa menanggapi kemarahan Presiden Jokowi dengan cepat, mengusut kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres JK tanpa aduan. Karena, Kejaksaan Agung berada di bawah kekuasaan seorang Presiden Republik Indonesia.
"Presiden sebagai atasan mereka ngomong begitu artinya sudah marah. Mereka harus cepat jemput bola," kata penghuni Komisi III DPR itu.
Dia menambahkan, Kejaksaan Agung bisa fokus menangani unsur pemufakatan jahat yang terkait dengan permintaan saham kepada Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. Sebab, dalam rekaman percakapan pertemuan 8 Juni 2015, Novanto dibantu Riza diduga mencoba meminta sejumlah saham kepada Maroef dengan mencatut nama Presiden dan Wapres.
Adapun kepolisian, menurut Ruhut, bisa mengusut tindak pidana umum seperti penipuan dan pencemaran nama baik. Menurut dia, Novanto dan Riza sudah berupaya menipu Maroef.
Bahkan, dalam percakapan itu, Novanto dan Riza juga menjelek-jelekkan Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat dan tokoh lain. "Harga diri Presiden sudah dipermainkan, wajar kok marah. Novanto dan Riza sudah kebangetan," tutur Ruhut.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dengan keras menyatakan kewibawaan lembaga negara tidak bisa dipermainkan dengan mencatut nama lembaga negara itu. Presiden Jokowi menyatakan hal itu dengan nada suara bergetar dan tangan gemetar menahan amarah. Presiden Jokowi menandaskan jika sudah menyangkut wibawa dan mencatut namanya untuk meminta saham 11 persen, dia tidak bisa diam membenarkan tindakan itu.
Presiden menolak keras pencatutan oleh siapa pun karena dia menganggap perbuatan itu sudah sangat menyalahi kepatutan, kepantasan, dan moralitas.
Editor : Bayu Probo
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...