Rupiah Bergerak Stabil, Emas Naik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Nilai tukar rupiah pada Senin (22/7) atau awal pekan pagi ini cenderung bergerak stabil di posisi Rp10.055 per dolar AS. Posisi tersebut, menurut Analis Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir, dipengaruhi oleh adanya komitmen G-20.
"G-20 berkomitmen untuk lebih fokus dengan pemulihan ekonomi global, kondisi itu cukup membuat pergerakan mata uang domestik bergerak stabil," kata Analis Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir di Jakarta, sebagaimana diberitakan Antara.
Meski demikian, lanjutnya, rupiah masih dibayangi kekhawatiran potensi pengurangan stimulus moneter Federal Reserve, perlambatan ekonomi Indonesia, dan masih defisitnya neraca perdagangan Indonesia seiring masih tingginya harga minyak dunia.
Emas Naik
Sementara itu, harga emas batangan bersertifikat di Logam Mulia milik PT Aneka Tamang (Antam) Tbk, Senin (22/7), dibanderol Rp 501.000 per gram. Pada Jumat (19/7), harganya Rp 495.000. Dengan demikian terjadi kenaikan sebesar Rp 6.000 dibanding harga Jumat lalu.
Harga pembelian kembali emas (buyback) oleh pihak Antam, sebagaimana dikutip dari situs Logam Mulia, sebesar Rp 423.000 per gram. Angka tersebut naik Rp 9.000 dibanding harga pekan sebelumnya.
Berikut harga emas batangan milik Antam: 1 gram: Rp 501.000; 5 gram: Rp 2.360.000; 10 gram: Rp 4.670.000; 25 gram: Rp 11.600.000; 50 gram: Rp 23.150.000; 100 gram: Rp 46.250.000.
Bunga Deposito
Beberapa bank dari hasil pantauan Bank Indonesia (BI) cenderung menaikan suku bunga deposito di atas bunga penjamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar 5,75 persen. Kenaikan bunga deposito tersebut lebih cepat dibandingkan kenaikan suku bunga kredit.
“Ada yang sudah mulai berani menaikkan di atas LPS rate,” kata Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah ketika ditemui di kompleks perkantoran BI, Jakarta, Jumat (19/7).
Halim mengatakan, setelah kenaikan suku bunga acuan (BI rate) juga telah memacu kenaikan suku bunga jangka panjang. Hal itu tercermin dari imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) yang telah naik cukup tinggi. Namun BI berupaya agar suku bunga jangka panjang jangan terlalu tinggi naiknya, yaitu yield SBN. Perlu ada keseimbangan agar jangan sampai pertumbuhan ekonomi terganggu. “Sebab, kalau yield jangka panjang terlalu tinggi, akan mengurangi investasi,” jelasnya.
Kendati pertumbuhan ekonomi melambat ketika inflasi meningkat, lanjutnya, BI tetap menjaga momentum pertumbuhan. Hal itu untuk menghindari agar suku bunga jangka pendek tidak meningkat terlalu tinggi pula.
Sementara itu pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Toni A Prasetiantono mengatakan, kendati BI telah menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) sebesar 50 basis poin dari 6 persen menjadi 6,5 persen, nilai tukar rupiah dinilai masih tetap mengalami pelemahan.
"Ada dua kemungkinan analisis," ujar Toni. Menurut dia, seperti diberitakan Antara, secara objektif fundamental, pelemahan rupiah memang sedang mengikuti tren global di mana semua mata uang di seluruh dunia melemah terhadap dolar AS disebabkan ada tanda-tanda kuat perekonomian AS membaik.
USD Menguat
"Indeks harga saham NYSE (bursa efek New York) juga mengalami rally akhir-akhir ini. Akibatnya USD menguat, atau sebaliknya rupiah melemah," jelasnya.
Selain itu, lanjut Toni, pelemahan nilai tukar rupiah juga disebabkan kinerja ekonomi Indonesia yang harus diakui juga mengalami perlambatan.
"Kita tidak sendiri, karena China juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi mereka di Q2 (triwulan II) hanya 7,4 persen. Akhir 2013 China diperkirakan hanya tumbuh 7,5 persen," katanya.
Toni mengatakan, perlambatan ekonomi global tersebut berdampak ke daya serap terhadap produk-produk Indonesia anjlok, sehingga defisit perdagangan Indonesia membesar.
Jika pada 2012 lalu defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar 1,6 miliar dolar AS (Rp16 triliun), pada akhir 2013 mendatang diperkirakan akan meningkat menjadi 4 miliar dolar AS (Rp4 triliun), dan dinilai dapat menguras cadangan devisa, ujar Toni.
"Jujur saja, merosotnya cadangan devisa 7 miliar dolar AS dalam sebulan (pada Juni 2013 lalu) menyebabkan pasar uang cukup nervous, sehingga para pemilik dana makin gencar memburu dolar AS," kata Toni.
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...