Rusia Anjurkan Korut Pendekatan Bertahap Denuklirisasi
VLADIVOSTOK, SATUHARAPAN.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan ia percaya pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akan menghentikan program senjata nuklirnya apabila ia terlebih dulu menerima jaminan keamanan.
Putin mengatakan hal itu hari Kamis (25/4) setelah mengadakan pertemuan puncaknya yang pertama dengan Kim di Vladivostok, kota di Rusia Timur Jauh.
Pada konferensi pers seusai pertemuan, Putin juga mengusulkan pendekatan bertahap untuk denuklirisasi, di mana Amerika Serikat dan Korea Utara secara perlahan mengambil langkah-langkah untuk membangun sikap saling percaya.
“Jika kita bergerak selangkah demi selangkah dengan saling menghormati kepentingan pihak lain, maka sasaran ini dapat dicapai pada akhirnya,” kata Putin, sebagaimana disebutkan kantor berita pemerintah Rusia, Tass.
Korea Utara juga lebih memilih pendekatan bertahap, di mana negara itu akan berkomitmen mengakhiri sebagian program senjata nuklirnya sementara Washington secara bertahap melonggarkan sanksi-sanksi.
Trump menginginkan apa yang ia sebut “kesepakatan besar” di mana Korea Utara setuju untuk menghentikan seluruh program nuklirnya dengan imbalan normalisasi hubungan dengan Amerika Serikat.
Kim berbicara sedikit saja dalam pertemuannya dengan Putin, yang mencakup pembicaraan langsung selama dua jam, sesi dialog yang diperluas dengan keikutsertaan delegasi mereka, dan makan malam bersama.
“Saya mengadakan pembicaraan yang terus terang dan bermakna dengan Presiden Putin,” kata Kim, seraya menambahkan bahwa ia ingin “terus menerus memperkuat“ hubungan dengan Rusia.
Belum jelas jaminan keamanan apa yang mungkin diminta Korea Utara sebagai imbalan mengakhiri program senjata nuklirnya. Menurut kantor berita Rusia Tass, Putin menyatakan itu adalah jaminan-jaminan internasional yang sah.
Pada masa lalu, para pejabat Korea Utara telah meminta Amerika Serikat untuk menyingkirkan seluruh aset militernya yang strategis dan berkemampuan nuklir dari kawasan tersebut, yang dianggap Korea Utara sebagai ancaman.
Uni Soviet pernah menjadi pendukung finansial utama Korea Utara. Tetapi setelah Uni Soviet bubar, Moskow memprioritaskan hubungan dengan Korea Selatan, sebelum kemudian menerapkan kebijakan “mengambil jarak yang sama” antara kedua Korea.
Ini merupakan pertemuan puncak terbaru yang banyak mendapat sorotan bagi Kim, yang sampai tahun lalu tidak meninggalkan Korea Utara sejak ia berkuasa pada tahun 2011.
Dalam setahun belakangan, Kim telah dua kali bertemu dengan Presiden Amerika Donald Trump, tiga kali dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, empat kali dengan Presiden China Xi Jinping, dan sekali dengan Presiden Vietnam Nguyen Phu Trong.
Meskipun mengangkat status global Kim, tetapi pertemuan-pertemuan tersebut gagal mengurangi tekanan sanksi yang merugikan ekonomi negaranya.
Setelah pertemuan puncak Kim-Trump pada Februari lalu di Hanoi berakhir tanpa kesepakatan, Amerika Serikat telah menegaskan tidak akan melonggarkan sanksi-sanksi sebelum Korea Utara berkomitmen untuk menghapus program senjata nuklirnya. (VOA)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...