Rusia Keluarkan Dekrit Akui Kedaulatan Crimea
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengakui Crimea sebagai "negara berdaulat dan merdeka" pada hari Senin (17/3), beberapa jam setelah wilayah Ukraina di semenanjung Laut Hitam itu menyatakan memisahkan diri dari Ukraina.
Sikap Rusia ini memicu sanksi dari negara-negara Barat yang merupakan terberat terhadap Rusia sejak Perang Dingin. Pihak Amerika Serikat dan Uni Eropa membalas sikap Rusia itu dengan pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap Rusia. Presiden AS, Barack Obama, bersumpah untuk meningkatkan tekanan jika Kremlin tidak mundur.
Sementara itu, Ukraina mengumumkan bahwa mereka telah menarik duta besarnya dari Moskow, menyusul Crimea dalam referendum memilih memisahkan diri dan menjadi bagian dari Rusia.
"Mengingat situasi di sekitar Crimea dan kebutuhan untuk membahas aspek-aspek internasional dari krisis ini, Ukraina memanggil pulang duta besarnya untuk konsultasi," kata kementerian luar negeri di Kiev dalam sebuah pernyataan.
Gejolak di Ukraina telah menjadi krisis keamanan yang paling parah di Eropa dalam beberapa tahun, ketegangan meningkat sejak pasukan Rusia menguasai Crimea, dan keputusan referendum hari Minggu yang menyatakan bergabung dengan Rusia.
Tandatangani Dekrit
Putin telah menandatangani sebuah dekrit yang mengakui kemerdekaan Crimea, dan pasukan Rusia telah disiagakan di dekat perbatasan dengan Ukraina bagian timur yang berbahasa Rusia.
Presiden sementara Ukraina memerintahkan untuk mengaktifkan sekitar 20.000 militer cadangan dan sukarelawan di seluruh negeri, dan memobilisasi 20.000 personil di garda nasional yang baru terbentuk.
Di ibukota Crimea, Simferopol, etnis Rusia menyambut hasil referendum hari Minggu, dan mereka menyerukan pemisahan diri dan bergabung dengan Rusia. Namun pihak AS, Uni Eropa dan pemerintahan baru Ukraina tidak mengakui referendum itu.
Selain menyebut pemungutan suara itu ilegal, pemerintahan Obama mengatakan ada "anomali besar" dalam pemungutan suara yang menghasilkan 97 persen suara "ya" untuk bergabung dengan Rusia.
Obama memperingatkan bahwa Rusia bisa menghadapi sanksi keuangan yang lebih berat. "Jika Rusia terus mengganggu Ukraina, kami siap untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut," kata Obama.
Namun sikap AS ditanggapi dengan ejekan oleh salah satu pejabat tinggi Rusia terkena sanksi.
"Kamerad Obama, mereka yang tidak memiliki rekening atau properti di luar negeri, apa yang harus mereka lakukan? Apakah kamu tidak memikirkannya?" kata Wakil Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin, dalam akun Twitternya. "Saya pikir keputusan Presiden Amerika Serikat ditulis oleh beberapa joker."
Di Moskow, Putin menilai referendum sah dan dia akan membahasnya dengan dua majelis di parlemen pada hari Selasa ini.
Ukraina Siapkan Pasukan
Sedangkan di Kiev, Presiden sementara, Oleksandr Turchynov berjanji bahwa Ukraina tidak akan menyerahkan Crimea.
"Kami siap untuk negosiasi, tapi kami tidak pernah akan mundur terhadap pencaplokan tanah kami," kata Turchynov dalam pidato televisi.
"Kami akan melakukan segalanya untuk menghindari perang dan hilangnya nyawa manusia. Kami akan melakukan segalanya untuk menyelesaikan konflik melalui cara-cara diplomatik. Namun ancaman militer untuk negara kita adalah nyat,” kata dia.
Referendum Crimea dikhawatirkan mendorong meningkatnya sentimen pro Rusia di Ukraina timur dan menyebabkan perpecahan lebih lanjut dalam negara berpenduduk 46 juta jiwa ini.
Sebuah delegasi dari Crimea terdiri dari anggota parlemen telah ditetapkan untuk perjalanan ke Moskow pada hari Senin untuk negosiasi tentang tindakan selanjutnya. (AFP/kyivpost.com)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...