Rusia Khawatirkan Reorganisasi Oposisi Suriah Ganggu Pembicaraan Damai
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM - Rusia mengkhawatirkan terjadinya reorganisasi di tubuh oposisi Suriah dengan kepemimpinan baru yang yang menentang melanjutkan pembicaraan damai. Demikian dilaporkan media Rusia, RIA Novosti, mengutip Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, hari Senin (17/2).
"Ada rincian baru - dan kami sedang memverifikasi - bahwa beberapa pendukung oposisi mulai membentuk struktur baru yang terdiri dari mereka yang telah meninggalkan koalisi nasional, yang tidak percaya pada proses negosiasi," kata Lavrov.
Lavrov memperingatkan bahwa reorganisasi oposisi Suriah bisa mengancam solusi diplomatik untuk mengakhiri perang sipil dan ada sinyal mereka mungkin kembali ke harapan kemenangan militer atas rezim Presiden Suriah, Bashar Al-Assad.
Putaran kedua pembicaraan damai Suriah di Jenewa hingga hari Sabtu (15/2) lalu tidak mencapai kesepakatan di antara delegasi pemerintah dan oposisi yang tergabung dalam Koalisi Nasional Suriah.
Sementara Koalisi Nasional Suriah yang didukung Barat mengundang para pemimpin pemberontak untuk pembicaraan dalam upaya meningkatkan legitimasi dengan pejuang di lapangan yang semakin terputus dari pemimpin sipil dalam pemerintahan di pengasingan.
Koalisi itu dibentuk pada bulan November 2012 dari sejumlah elemen oposisi Suriah. Mereka menghadapi perselisihan internal dan konstituen kunci. Bahkan Dewan Nasional Suriah mengundurkan diri dari kelompok itu bulan lalu sebagai protes terhadap pembicaraan damai dengan rezim Al-Assad.
Lavrov menyampaikan kekhawatiran bahwa oposisi direorganisasi untuk mengamankan dukungan militer luar untuk perubahan rezim, meniru yang dilakukan para pemberontak Libya yang menggulingkan Muammar Gaddafi tiga tahun lalu.
Menjaga Netralitas
Sementara itu, pada hari Selasa (18/2) Kementerian Luar Negeri Rusia meminta Wakil Khusus gabungan PBB dan Lioga Arab, Lakhdar Brahimi untuk menahan diri dengan tidak menyalahkan satu pihak atas gagalnya pembicaraan perdamaian Suriah.
Putaran kedua pembicaraan damai Suriah yang didukung Amerika Serikat dan Rusia di Jenewa berakhir tanpa hasil, dan tidak ada tanggal yang ditetapkan untuk putaran ketiga.
Kementerian Rusia dalam sebuah pernyataan yang dikutip Ria Novosti mengatakan bahwa upaya internasional mengakhiri perang saudara yang "panjang dan ganas" di Suriah "memerlukan kerja yang menyeluruh dan konsisten untuk membangun kepercayaan antara pemerintah dan oposisi."
"Dalam situasi ini, banyak bergantung pada Lakhdar Brahimi sebagai mediator internasional, yang sesuai dengan mandatnya, harus mengupayakan kebijakan netralitas dan imparsialitas, serta mendorong lawan untuk mencari titik temu dan mempromosikan dialog dan negosiasi," kata pernyataan itu .
"Oleh karena itu, utusan khusus harus menghindari tuduhan sepihak serta menyalahkan salah satu pihak ketika negosiasi mencapai jalan buntu," kata kementerian itu.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...