Militer Suriah Klaim Kuasai Sejumlah Daerah dari Pemberontak
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM – Militer Suriah mengklaim bahwa mereka telah menguasai sejumlah daerah yang sebelumnya dikuasai kelompok pemberontak yang mereka sebut sebagai “teroris.”
Sumber militer sebagaimana dikutip kantor berita negara SANA, menyebutkan militer menguasai sejumlah desa di wilayah utara di Aleppo dan membunuh sejumlah “teroris” serta menghancurkan tempat persembunyian mereka.
Beberapa wilayah yang diklaim telah dikuasai kembali termasuk di Jaramana di pinggiran Damaskus, sejumlah kawasan di Daraa, dan Lattakia, serta sejumlah desa di Provinsi Hama.
Sebuah sumber militer juga menyebutkan bahwa sebuah unit tentara membunuh puluhan “teroris” dari negara lain yang berafiliasi dengan kelompok jihadis Jabhat Al-Nusra di Beit Ablaq dan Ein Al-Samour di pedesaan di Lattakia.
Di antara mereka disebutkan nama-nama yang berasal dari Arab Saudi, Mesir, Maroko, Yordania, Palestina, Libya, Libanon dan Irak.
Selain itu, Kantor berita AFP menyebutkan bahwa di provinsi Aleppo utara, Alaa Jabbu, kepala Front Kurdi , terbunuh dalam pertempuran. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia juga melaporkan bahwa seorang pria asal Jerman terbunuh akibat ledakan bom di kota yang dikuasai pemberontak di Minjeb di provinsi Aleppo utara.
Komandan FSA Dipecat
Sementara itu, salah satu kelompok pemberontak, Tentara Pembebasan Suriah (Free Syria Army), Salim Idriss, dipecat sebagai komandan militer. Kepemimpinannya dianggap tidak efektif dan kurang pengalaman memimpin operasi militer.
Dalam sebuah siaran video di Internet pada hari Minggu (16/2), koalisi pemberontak mengatakan bahwa dewan militer memutuskan untuk mengganti Idriss dengan Brigadir Jenderal Abdel-ilah Albashir.
Kolonel Qassem Saadeddine mengatakan keputusan itu diambil karena "kelumpuhan dalam komando militer beberapa bulan terakhir".
Sebuah sumber di dalam oposisi Suriah mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa Idriss, yang diangkat pada Desember 2012, dikritik karena kegagalan di medan perang. Hal itu juga dikaitkan dengan kegagalan Koalisi Nasional Oposisi pada pertemuan Jenewa yang tidak bisa “membawa” lebih banyak senjata dan dukungan dari luar.
Restrukturisasi di FSA dilakukan untuk membangun semangat, setelah kekuatan oposisi bersenjata terkuat di negara itu yang belakangan telah menjadi semakin terpinggirkan.
Kelompok ini dilemahkan oleh perpecahan internal dan oleh persaingan di antara kelompok pemberontak lainnya. Pada bulan Desember, Amerika Serikat dan Inggris menghentikan bantuan non senjata ke FSA. Hal itu menjadi pukulan besar bagi kelompok ini yang berada dalam pertempuran menghadapi pasukan rezim dan kelompok Islamis yang semakin bersatu.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...