Rusia Langgar Gencatan Senjata, Ukrania Desak Barat Bertindak Keras
SOLEDAR, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Ukraina meminta tindakan keras negara Barat atas Rusia setelah pemberontak dukungan Moskow melanggar gencatan senjata, yang disepakati tiga hari lalu, dengan menyerang tentara pemerintah di Debaltseve.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko pada hari Selasa (17/2) dalam pembicaraan melalui telepon dengan Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan serangan di Debaltseve merendahkan dan tidak menghormati kesepakatan gencatan senjata, yang diprakarsai Jerman dan Prancis.
Poroshenko meminta Uni Eropa dan masyarakat internasional untuk segera mengambil tindakan keras terhadap ulah berbahaya pemberontak dan Rusia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara Barat juga menyerukan kekerasan di timur Ukraina segera dihentikan setelah pertempuran sengit kembali terjadi di Debaltseve, yang mengancam kemelut 10 bulan tersebut terus berlanjut.
PBB melalui Dewan Keamanan juga meminta pengawas perdamaian untuk diizinkan memasuki kota.
Amerika Serikat (AS) telah menyatakan mengutuk kekerasan tersebut dan menuding kelompok pemberontak bekerja sama dengan tentara Rusia.
AS berencana akan memberikan sanksi kepada Rusia jika tetap mendukung pemberontak menguasai kota yang menjadi pusat jalur transportasi itu.
Namun Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menolak semua tuduhan atas dukungan kepada pemberontak, mengatakan konflik yang telah membunuh lebih dari 5,600 orang tersebut tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara militer dan meminta pasukan Kiev untuk menyerah.
"Saya berharap pemerintah Ukraina tidak melarang pasukannya untuk menurunkan senjatanya," ujar Putin dalam konferensi pers saat kunjungan ke Budapest.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini menngakui bahwa kesepakatan gencatan senjata akan sulit dilaksanakan.
"Dari awal kami sudah tahu bahwa gencatan senjata akan sulit dan rentan. Namun Rusia dan kelompok separatis pasti mengerti komunitas internasional mengawasi pelaksanaan kesepakatan ini," kata dia.
Sementara itu, suara tembak-menembak yang intens terdengar dari kota Debaltseve, menurut laporan wartawan AFP yang berada di kota Soledar, yang bersebelahan dengan wilayah tersebut.
Pejabat pemerintah Ukraina menyatakan tentara pendukung Rusia telah merebut sebagian wilayah Debaltseve dan mengepung beberapa unit pasukan pemerintah, sementara pertempuran sengit masih berlangsung.
"Ini merupakan penghancuran harapan perdamaian dunia," kata Wakil Kepala Adminitrasi Kepresidenan Ukraina Valeriy Chaly.
Pemberontak, yang mengklaim telah mengendalikan 80 persen kota Debaltseve, mengatakan mereka telah membunuh "banyak personel" dari 8.000 tentara yang bersembunyi dalam kota dan menahan belasan lainnya.
Diperkirakan ada 5.000 warga sipil terjebak, dengan kondisi air dan makanan yang terbatasn dalam pertempuran tersebut.
Belum diketahui berapa banyak korban yang disebabkan pertempuran yang dilakukan oleh tentara bersenjata otomatis dan peluncur granat tersebut.
Jurnalis dan pengawas dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) dilarang masuk ke dalam kota oleh pemberontak. (AFP/Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...