Rusia Salahkah Uni Eropa Atas Konflik di Ukraina
MUNICH, SATUHARAPAN.COM - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Sabtu (1/2) menyalahkan Uni Eropa, menuduh para pemimpinnya ikut campur tangan dalam urusan dalam negeri Ukraina dan membantu meningkatkan protes-protes anti-pemerintah.
"Mengapa banyak politisi terkemuka Uni Eropa (EU) mendorong aksi-aksi seperti itu walaupun di negara mereka sendiri segera menghukum keras setiap pelanggaran hukum?" kata Lavrov dalam satu diskusi tim di Konferensi Keamanan Munich.
"Apakah menghasut protes-protes di jalan yang kian rusuh ada kaitannya dengan meningkatkan demokrasi", katanya menanggapi Presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy, yang sebelumnya mengatakan Ukraina harus bebas menentukan masa depannya sendiri, satu masa depan yang ada di Eropa.
"Mengapa kami tidak mendengar kecaman terhadap mereka yang menduduki dan menguasai kantor-kantor pemerintah, menyerang polisi, menyiksa polisi, menggunakan slogan-slogan rasis dan anti-Semitik dan Nazi?" kata Lavrov.
Kepala urusan luar negeri EU Catherine Ashton menurut rencana akan mengunjungi Kiev kembali pekan depan untuk bertemu dengan para tokoh pemerintah dan oposisi untuk menyerukan dilakukan dialog perdamaian.
Para tokoh penting lainnya juga sering mengunjungi Kiev mendorong satu tanggapan keras pemerintah Ukraina dan Rusia kendatipun pernyataan Lavrov Sabtu mendapatkan tanggapan yang hambar.
Menyebut situasi di Ukraina menimbulkan "pertanyaan-pertanyaan mendasar" tentang hubungan EU-Rusia, ia mengatakan bahwa dalam kasus ini "satu pilihan akan berlaku."
Masa depan Eropa seharusnya "tidak tentang bidang--bidang pengaruh baru"... seharus tidak tentang bagaimana semua negara" bekerja sama untuk kepentingan semua, katanya.
EU dan Rusia bertikai menyangkut Ukraina sejak Presiden Viktor Yanukivych batal menandatangani satu perjanjian asosiasi November atas tekanan dari Moskow yang dianggap berusaha membawa kembali bekas satelit Sovyet itu kembali pada kelompoknya.
Keputusan Yanukovych itu memicu protes-protes anti-pemerintah, yang berubah menjadi aksi kekerasan yang meningkat bulan lalu setelah ia melakukan serangkaian pengekangan terhadap protes-protes.
Tindakan itu hanya memicu peningkatan aksi kekerasan di jalan-jalan dan presiden kemudian mencabut tindakannya itu dan menyetujui pengunduran diri pemerintah.
Ukraina adalah pusat perundingan penting pada Konferensi Keamanan Munich dan para pemimpin oposisi menurut rencana Sabtu malam bertemu dengan Menlu AS John Kerry di tengah-tengah kekhawatiran bagi intervensi militer di Kiev.
Prospek bagi pertemuan itu terutama akan membuat Rusia marah, sementara Gedung Putih mengatakan pihaknya sedang berkonsultasi dengan Kongres mengenai kemungkinan sanksi-sanksi terhadap Ukraina. (AFP)
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...