Rusia Serang Kharkiv, Ukraina, 51 Warga Sipil Tewas, Termasuk Bocah dan Neneknya
KHARKIV, SATUHARAPAN.COM-Serangan peluru kendali (Rudal) Rusia menewaskan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dan neneknya pada hari Jumat (6/1) di kota Kharkiv di wilayah timur laut Ukraina, kata para pejabat, sehari setelah serangan di wilayah yang sama menewaskan sedikitnya 51 warga sipil dalam salah satu serangan paling mematikan dalam perang dalam beberapa bulan terakhir.
Wartawan Associated Press melihat kru darurat menarik tubuh bocah itu dari reruntuhan sebuah bangunan setelah serangan dini hari. Dia mengenakan piyama dengan desain Spider-Man.
Serangan tersebut juga menewaskan nenek anak laki-laki tersebut dan melukai seorang anak berusia 11 bulan, kata Menteri Dalam Negeri Ihor Klymenko melalui Telegram.
Dia mengatakan 28 orang terluka dan operasi penyelamatan terus berlanjut.
Para pejabat mengatakan informasi awal mengindikasikan pasukan Kremlin menggunakan dua Rudal Iskander dalam serangan itu, sama seperti serangan hari sebelumnya di desa timur Hroza yang menewaskan 51 orang.
Salah satu Rudal mendarat di jalan, meninggalkan lubang, dan Rudal lainnya menghantam gedung tiga lantai, sehingga terbakar, menurut Oleh Syniehubov, kepala Administrasi Negara Daerah Kharkiv.
Puing-puing berserakan di jalan. Bangunan-bangunan di sekitarnya menghitam akibat ledakan tersebut, yang menghancurkan jendela-jendela dan merusak mobil-mobil yang diparkir.
Yevhen Shevchenko, seorang penghuni gedung sembilan lantai di dekatnya, mengatakan dia sedang berada di tempat tidur ketika serangan itu terjadi. “Terjadi gelombang ledakan, ledakan dahsyat. Itu meledakkan jendela dan pintu di apartemen,” katanya.
Kantor kejaksaan wilayah Kharkiv mengatakan bocah itu tewas akibat serangan yang melukai 23 orang itu.
Sehari sebelumnya, sebuah Rudal balistik Iskander Rusia mengubah sebuah kafe dan toko desa di Hroza, sebuah desa di Ukraina timur, menjadi puing-puing, menewaskan sedikitnya 51 warga sipil, menurut pejabat Ukraina.
Sekitar 60 orang, termasuk anak-anak, sedang menghadiri acara peringatan di kafe ketika rudal menghantam, kata para pejabat.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada hari Jumat (6/10) membantah bahwa Rusia bertanggung jawab atas serangan Hroza. Dia bersikeras, seperti yang dilakukan Moskow di masa lalu, bahwa militer Rusia tidak menargetkan fasilitas sipil.
Korban Hroza merupakan sebagian besar dari 54 warga sipil yang tewas di negara itu selama 24 jam sebelumnya, kata kantor kepresidenan Ukraina pada hari Jumat.
Kantor kepala hak asasi manusia PBB, Volker Türk, mengatakan dia “terkejut dan sedih” dengan serangan Hroza.
Dikatakan di X, sebelumnya Twitter, bahwa pemantau hak asasi manusia bermaksud mengunjungi situs tersebut dan mengumpulkan informasi. “Akuntabilitas adalah kuncinya,” katanya.
KTT Dukungan Militer untuk Ukraina
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, yang menghadiri pertemuan puncak yang dihadiri sekitar 50 pemimpin Eropa di Spanyol untuk menggalang dukungan dari sekutu Ukraina, menyebut serangan tersebut sebagai “kejahatan Rusia yang terbukti brutal” dan “tindakan terorisme yang sepenuhnya disengaja.”
Kunjungannya ke KTT tersebut antara lain bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak bantuan militer, dan Zelenskyy mengatakan pada Kamis (5/10) malam bahwa upayanya telah membuahkan hasil.
“Kami akan memiliki lebih banyak sistem pertahanan udara,” tulisnya di saluran Telegram-nya. “Akan ada lebih banyak senjata jarak jauh.”
Sistem pertahanan udara sangat penting ketika para pejabat Ukraina berusaha mencegah serangan seperti yang terjadi di Kharkiv dan di tengah kekhawatiran Moskow akan melanjutkan serangan bersama terhadap fasilitas listrik selama musim dingin, mengulangi taktik yang sama tahun lalu ketika mencoba mematahkan semangat warga Ukraina dengan melakukan serangan udara terhadap fasilitas listrik mereka.
Zelensky juga berjuang melawan tanda-tanda bahwa dukungan Barat terhadap upaya perang negaranya bisa saja melemah.
Kekhawatiran mengenai penambahan pasokan angkatan bersenjata Ukraina semakin mendalam di tengah gejolak politik di Amerika Serikat dan peringatan bahwa persediaan amunisi dan perangkat keras militer di Eropa semakin menipis.
Pemerintah Swedia mengatakan pada hari Jumat (6/10) bahwa pihaknya berencana mengirim paket bantuan militer ke Ukraina senilai 2,2 miliar kronor (US$199 juta), sebagian besar terdiri dari amunisi artileri 155 milimeter.
“Kami bersiap menghadapi perang yang berkepanjangan, oleh karena itu kami perlu merancang dukungan kami dalam jangka panjang dan berkelanjutan,” Menteri Pertahanan, Pål Jonson, mengatakan pada konferensi pers. “Sekarang penting bagi lebih banyak negara untuk mengambil tindakan untuk mendukung Ukraina.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...