RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Masuk Prolegnas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Komnas Perempuan menyampaikan selamat kepada seluruh warga Negara Indonesia yang telah memberikan dukungan dan mendorong hadirnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual hingga telah memasuki tahapan baru,” seperti ditulis dalam siaran pers Komnas Perempuan yang diterima satuharapan.com, hari Rabu (3/2).
Upaya mewujudkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dinyatakan oleh Komnas Perempuan, telah memasuki tahapan baru setelah Sidang Paripurna DPR RI tanggal 26 Januari 2016 menetapkan Penambahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019, dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual salah satu di dalamnya.
Masuknya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas Tambahan Tahun 2015-2019, menunjukkan bahwa urgensi hadirnya RUU ini telah menjadi perhatian legislatif, eksekutif, dan indikasi komitmen negara untuk memberikan perlindungan komprehensif bagi korban kekerasan seksual, khususnya perempuan.
Namun demikian, Komnas Perempuan menyayangkan belum optimalnya kinerja DPR RI terutama dalam menjalankan fungsi legislasi pada tahun 2015. Hal ini ditandai dengan hanya 2 RUU yang berhasil diselesaikan pembahasannya pada tahun 2015, dari 37 RUU yang masuk Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2015. Hal ini berdampak pada mengecilnya peluang yang bisa digunakan untuk membahas RUU lainnya yang seharusnya memiliki peluang untuk dibahas pada masa sidang tahun 2016, salah satunya adalah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Menanggapi 40 RUU yang akan dibahas pada tahun 2016, Komnas Perempuan memandang penting bagi publik untuk memberi perhatian terhadap pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN) dan juga RUU KUHP.
RUU PPILN akan menjadi payung hukum yang melindungi hak-hak para pekerja migran termasuk pekerja migran perempuan. RUU yang dihasilkan harusnya mengenali berbagai kerentanan yang dialami pekerja migran khususnya pekerja migran perempuan, termasuk dalam hal ini kekerasan seksual dan ancaman hukuman mati. Publik juga penting memberi perhatian terhadap pembahasan RUU KUHP yang hingga draft terakhir masih memuat sejumlah persoalan, diantaranya, perkosaan masih ditempatkan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan bukan kejahatan terhadap badan, memuat pengaturan tentang hukuman mati, dan menetapkan zina sebagai delik biasa bukan lagi delik aduan.
Untuk itu, Komnas Perempuan mendorong publik agar berpartisipasi aktif dalam melakukan pemantauan terhadap proses legislasi yang sedang berjalan dan menggunakan ruang-ruang yang ada untuk memastikan lahirnya peraturan perundang-undangan yang kondusif bagi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya perempuan, mendorong media untuk intens menyuarakan persoalan perempuan dan kelompok rentan sebagai upaya pendidikan pada publik dan upaya mendorong hadirnya kebijakan yang melindungi bagi korban kekerasan, menghimbau DPR RI untuk meningkatkan fungsi legislasinya, sehingga RUU yang masuk dalam Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2016 dapat diselesaikan pembahasannya dalam masa sidang tahun 2016. Penyediaan peraturan perundang-undangan yang memadai bagi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM, adalah salah satu langkah konkrit negara untuk mewujudkan jaminan pemenuhan hak konstitusional setiap warga negara, terutama perempuan, dan mendorong pemerintah bersama DPR RI untuk intens membahas dan mengesahkan RUU yang bermuara pada perlindungan bagi perempuan dan kelompok rentan semaksimal mungkin dalam periode program legislasi tahun ini.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...