RUU PUB Upaya Pemerintah Lindungi dan Layani Umat Beragama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kabalitbang-Diklat Kemenag, Abd Rahman Mas’ud, mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama (PUB) merupakan upaya pemerintah untuk melindungi dan melayani umat beragama secara optimal.
“Saya kira membicarakan topik RUU PUB ini sudah tepat. Karena sejatinya setiap kita memiliki tanggung jawab untuk sama-sama mengawal terwujudnya regulasi yang baik, regulasi yang berupaya memelihara keharmonisan dan kerukunan masyarakat,” kata Mas’ud saat menjadi pembicara kunci pada lokakarya bertema Optimalisasi Peran Pemerintah dan Tokoh Agama dalam Mewujudkan RUU Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang diselenggarakan Yayasan Generasi Muda Madani Indonesia (YGMI) di Jakarta, hari Rabu (25/11).
“Tokoh agama dan aparat pemerintah, sebagai kalangan elit masyarakat, berperan penting menjembatani kepentingan publik atau umat beragama dengan kebutuhan negara dalam upayanya mengelola kemajemukan warga negara dengan baik,” dia menambahkan.
Menurut Mas’ud Kementerian Agama saat ini sedang menyiapkan draft RUU Perlindungan Umat Beragama. Kata ‘perlindungan’ dipilih karena terinspirasi dari kalimat dalam pembukaan UUD 1945 “...melindungi segenap bangsa Indonesia.” Ada juga yang mengusulkan nama lain, seperti “RUU Kehidupan Beragama”, atau “RUU Kerukunan Umat Beragama”, yang dinilai lebih memayungi dan sosiologis.
Mas’ud mengatakan, sejauh ini tim masih menggunakan istilah RUU Perlindungan Umat Beragama. Menurutnya, soal judul dapat disesuaikan setelah RUU ini berbentuk utuh. Lebih dari itu, di berbagai forum, hampir belum ada yang keberatan dengan istilah “perlindungan”.
Untuk itu, kata Mas’ud, prinsip umum regulasi ini adalah melengkapi regulasi yang berlaku saat ini. Sepanjang regulasi yang ada telah cukup memadai dan tidak ada alasan kuat merevisinya, regulasi lama tetap dipertahankan. Norma-norma yang dipandang masih relevan dan applicable dalam masyarakat tetap dibiarkan berlaku, sementara RUU ini mengisi ruang-ruang kosong yang memerlukan pengaturan.
Mas’ud mencontohkan, masalah pendidikan agama yang dinilai masih cukup diatur dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP 55 Tahun 2007. Soal perkawinan juga tidak disentuh meski ada dinamika upaya merevisinya.
“RUU ini sedapat mungkin ramping dan hanya mengatur yang diperlukan saja,” kata dia.
Mas’ud mengatakan, salah satu isu besar yang menyertai penyusunan RUU PUB ini adalah soal definisi agama. Menurutnya, definisi agama menjadi isu penting yang selalu muncul dan diperdebatkan. Hal ini terutama ketika harus menjawab soal apakah kelompok-kelompok agama di luar yang enam selama ini ada tersentuh regulasi ini, perlukan diatur di RUU ini? Apakah kelompok-kelompok penghayat atau penganut kepercayaan masuk dalam kategori atau definisi agama itu? Rahman mengatakan, kualifikasi atau persyaratan sebagai agama perlu dijelaskan dalam konteks ini.
“Isu penting lainnya adalah soal registrasi agama, majelis agama, FKUB, rumah ibadat, penyiaran agama, perayaan hari besar, pemulasaraan jenazah, dan bantuan luar negeri. Selain itu soal pemidanaan yang menyentuh soal penodaan atau penghinaan agama,” kata dia.
Mas’ud mengaku bahwa Naskah Akademik dan RUU PUB ini masih terus berproses.
“Kami akan sangat senang menerima berbagai masukan dari para tokoh agama di sini, syukur-syukur kami terima dalam bentuk tertulis,” katanya. (kemenag.go.id)
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...