Saham Airasia Anjlok, Terburuk Sejak 2011
KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM - Harga saham AirAsia, maskapai penerbangan bertarif rendah terbesar di Asia Tenggara, anjlok di pasar Kuala Lumpur, Senin (29/12), setelah salah satu pesawat jetnya hilang bersama 162 orang di dalamnya.
Namun para analis mengatakan dampak pada sektor maskapai tarif murah akan terbatas karena popularitasnya di mata konsumen.
Saham perusahaan merosot 12 persen menjadi 2,60 ringgit pada pembukaan sesi, tetapi pulih sedikit menjadi berada di 2,69 ringgit, masih turun 8,50 persen--pada penutupan.
Itu adalah penurunan terbesar AirAsia sejak 2011.
Sekitar 102 juta saham AirAsia diperdagangkan, membuatnya sahamnya paling aktif di bursa.
Pesawat Airbus A320-200 milik AirAsia menghilang dalam penerbangan dari Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, ke Singapura setelah pilot sempat meminta perubahan rencana penerbangan akibat badai cuaca. Badan SAR Nasional Indonesia mengatakan kemungkinan pesawat jatuh ke dasar laut.
Seorang pialang lokal mengatakan kepada AFP, para investor terus menjual saham AirAsia.
Namun tekanan jual tampaknya berkurang karena mereka mencerna fakta bahwa pesawat yang hilang milik unit usaha perusahaan Malaysia itu berada di Indonesia.
Shukor Yusof, pendiri perusahaan riset penerbangan Endau Analytics, mengatakan investor dan kreditur akan tetap kuat di belakang AirAsia dan CEO-nya Tony Fernandes, yang mengubah maskapai itu menjadi maskapai penerbangan bertarif rendah paling sukses di Asia.
"Reaksi pasar sangat alamiah. Saya tidak terkejut," katanya, "Saya kira kepercayaan investor akan kembali dengan cepat karena maskapai ini memiliki model bisnis yang kuat."
Kurangi Antusiasme Publik
Shukor juga mengatakan insiden tersebut tidak akan mengurangi antusiasme publik untuk bepergian dengan AirAsia.
"Insiden ini akan memiliki dampak yang sangat minimal pada load factor AirAsia di kuartal berikutnya. Ini tidak akan merusak bottom line perusahaan penerbangan," kata dia.
Indonesia melanjutkan kembali pencarian pesawat yang hilang di Laut Jawa pada Minggu (28/12) pagi melalui laut dan udara pada Senin (29/12) pagi.
Ekonom Ya Kim Leng, dekan Sekolah Bisnis Universitas Sains dan Teknologi Malaysia, mengatakan dampak negatif pada harga saham perusahaan akan berumur pendek.
"Kejadian ini tidak akan mengurangi perjalanan udara pada AirAsia karena maskapai bertarif murah yang menarik bagi pasar massal di tengah meningkatnya kemakmuran di kawasan itu," dia mengatakan.
AirAsia, yang tidak pernah mengalami kecelakaan fatal, mengatakan jet yang hilang menjalani pemeliharaan terakhir pada 16 November.
Bencana Penerbangan Malaysia
Hilangnya pesawat itu datang pada akhir tahun nan penuh bencana bagi penerbangan Malaysia.
Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 menghilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing pada Maret dengan 239 penumpang dan awak. Dalam penerbangan Juli, MH17 ditembak jatuh di atas wilayah Ukraina yang bermasalah dengan hilangnya semua 298 penumpang dan awak pesawat.
AllianceDBS menurunkan peringkat saham AirAsia dari "buy" menjadi "hold" untuk alasan yang tidak terkait dengan hilang pesawat, mengatakan beban utang yang sebagian besar dalam mata uang dolar akan lebih berat pada tahun depan karena dolar AS menguat terhadap ringgit.
Analis Tan Kee Hoong juga mengatakan maskapai penerbangan mungkin tidak sepenuhnya diuntungkan dari harga minyak yang lebih rendah, karena manajemen telah mengindikasikan bahwa beberapa penghematan akan diteruskan kembali kepada konsumen melalui biaya tambahan bahan bakar yang lebih rendah.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...