Sakato Gelar Pameran Bakaba #6: Indonesia dalam Tanda Petik
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komunitas seni yang beranggotakan seniman/perupa yang berasal dari Sumatera Barat di Yogyakarta, SAKATO pada 18-31 Mei 2017 menggelar pameran seni rupa mengambil tajuk "Indonesia" di Jogja Gallery Jalan Pekapalan Yogyakarta.
Sejumlah seniman/perupa asal Sumatera Barat terlibat dalam pameran merespon tema pameran Bakaba yang untuk tahun ini telah dihelat sebanyak enam kali penyelenggaraan. BaKaBa #6 diikuti 34 seniman/perupa seleksi 5 seniman diantaranya saat ini bermukim di Sumatera Barat. Sisanya sebanyak 46 seniman/perupa diundang untuk terlibat dalam memamerkan karya 2 dimensi dan 3 dimensi.
Tiga seniman terpilih menjadi commision artist dengan karyanya mengubah fasad tempat pameran dalam balutan vinyl oscar (kulit sintetis) warna merah menutupi bangunan Jogja Gallery dari depan. Dalam dua minggu Jogja Gallery dari jauh terlihat mencolok dengan warna merah dan tulisan "ba ka ba" warna putih dengan aksen polkadot warna putih dari keramik.
Ketika commision artist adalah Dian Hardiansyah, Dery Pratama, serta Taufik Ermas. Dery tercatat bersama komunitasnya Ruang Kelas SD hingga tahun 2015 menggelar acara tahunan Geneng street art festival (GSAF) dengan membuat mural di dinding rumah warga Dusun Geneng Desa Jogoripon, Sewon-Bantul. Pada penyelenggaraan Bakaba #5 tahun lalu karya Dery berjudul Identitas #3 terpilih menjadi salah satu The Best Bakaba #5.
Sementara Taufik Ermas pada pameran Bakaba #6 membuat project khusus pada lobby masuk pameran BaKaBa #6 dengan 155 panel/potongan karya (mixed media) berjudul "Parallel Universe".
Indonesia dalam Tanda Petik.
Komunitas Seni Sakato atau Sakato Art Community adalah kelompok seniman seni rupa (perupa) Indonesia yang para anggotanya berasal dari Sumatera Barat atau beretnis Minangkabau. Mayoritas anggotanya merupakan mahasiswa serta alumni Institut Seni Indonesia Yogyakarta baik yang masih menetap di Yogyakarta, tanah kelahirannya atau bahkan melanglang buana. Komunitas yang didirikan pada tahun 1995 di Yogyakarta, saat ini tercatat lebih 200-an anggota.
Dalam perjalanannya, Sakato telah melahirkan perupa-perupa Indonesia yang bertaraf nasional dan internasional, semisal Handiwirman Saputra, Jumaldi Alfi, Mohammad Irfan (M. Irfan), Rudi Mantofani, Yunizar, dan Zulfa Hendra. Hendra Zulfa bahkan tercatat masuk dalam kelompok lima ratus pelukis terlaris dunia versi Top 500 Artprice 2008/2009 yang disusun oleh sebuah lembaga analis perkembangan pasar seni rupa dunia, Artprice, yang berbasis di Paris, Perancis.
Kurator pameran Anton Rais Makoginta kepada satuharapan.com, Minggu (21/5) menjelaskan bahwa tema "Indonesia" adalah respon seniman memposisikan dirinya dalam perjalanan berkaryanya. Indonesia diposisikan sebagai obyek sekaligus subyek pembahasan dengan cara berpikir logis dengan "alam dijadikan guru". Melihat persoalan Indonesia saat ini dengan membolak-balikkan hubungan antara diri seniman dengan Indonesia.
"Sudah seindonsia manakah dan di posisi manakah diri kita? Ini yang menjadi titik tolak pameran Bakaba #6 dengan mengangkat tema Indonesia dalam tanda petik," kata Anton.
Penulis pameran Sudjud Dartanto yang juga pengajar pada Institut Seni Indonesia Yogyakarta memberi catatan tentang tema yang diangkat. Berbeda dengan tema-tema Bakaba sebelumnya, Bakaba kali ini membuka para anggotanya untuk mengekspresikan pengalaman mengalami Indonesia dalam arti seluas-luasnya.
Lebih lanjut Sudjud menjelaskan, pameran dengan tema Indonesia dalam tanda petik hadir ditengah suasana aktual yakni Indonesia yang sedang mengalami krisis tafsir ideologi Indonesia. Memaknai dan membaca Indonesia adalah juga menyoal wacana identitas nasional, dan itu adalah Indonesia.
Pameran Bakaba #6 "Indonesia" dalam tanda petik dibuka setiap akan berlangsung di Jogja Gallery Jalan Pekapalan, Kraton-Yogyakarta hingga 31 Mei 2017.
Sebuah karya berjudul "Lambang Negara Indonesia" karya Rudi Mantofani dengan latar belakang sapuan akrilik warna merah pada kanvas dan tulisan GARUDA PANCASILA dengan huruf terakhir yang agak miring memberikan kebebasan tafsir pada pengunjung: mengapa tidak lurus semua? mengapa dengan latar belakang merah? mengapa tidak ada lambang burung garuda? dan deretan mengapa-mengapa lainnya seakan mengajak pengunjung mengingat kembali mengalami langsung Pancasila dalam perjalanan hidupnya secara bebas tafsir.
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...