Sampel Penggunaan Senjata Kimia dari Suriah Diteliti di Swedia
STOCKHOLM, SATUHARAPAN.COM - Sebuah laboratorium militer di kota Umea, Swedia bagian utara akan mendapatkan tugas menganalisis sampel dari tempat serangan senjata kimia di Suriah yang dikumpulkan oleh tim Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Demikian disebutkan kantor berita Rusia, Ria Novosti mengutip media Swedia, Senin (2/9).
Koran Vasterbottens-Kuriren, di Umea mengatakan, pihaknya telah menerima konfirmasi laporan langsung dari tim yang dipimpin pakar dari Swedia, Ake Sellstrom. Vasterbottensnytt, kantor televisi nasional setempat, SVT Swedia, mengatakan Sellstrom tiba di Swedia pada hari Senin.
Laboratorium Badan Litbang Pertahanan Swedia di Umea adalah fasilitas negara yang didiakreditasi oleh Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) untuk aktivitas penelitian.
"Ada sekitar selusin orang yang akan bekerja dengan sampel tersebut. Kami memiliki aturan yang jelas tentang bagaimana hal itu harus dilakukan," kata Britt Karlsson, seorang peneliti sebagaimana dikutip Koran Vasterbottens-Kuriren.
"OPCW memiliki tuntutan yang ketat, dan kami memiliki tingkat tertinggi akreditasi. Menurut aturan, kita memiliki dua minggu (untuk melakukan penelitian), tapi, tentu saja, kami berharap dapat memberikan respon lebih cepat," kata dia.
Media Swedia juga melaporkan bahwa beberapa sampel bisa dikirim ke Finlandia untuk dianalisis.
Siapa Yang Menggunakan?
Hasil analisis atas sampel yang diambil di Suriah menjadi perhatian dunia, dan akan dijadikan bukti ada tidaknya penggunaan senjata kimia yang dilarang di seluruh dunia. Namun masih menjadi pertanyaan, apakah hasil analisis itu juga bisa menyebutkan pihak mana yang menggunakan.
Amerika Serikat dan Prancis menyebutkan penggunaan senjata kimia itu oleh pemerintah Bashar Al-Asaad sebagaimana dituduhkan oleh Koalisi Nasional Suriah. Namun pihak pemerintah yang juga didukung oleh Rusia menyebutkan bahwa senjata kimia digunakan oleh kelompok pemberontak.
Sementara itu, negara-negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat tengah mempertimbangkan melakukan intervensi militer ke Suriah, terkait serangan senjata kimia yang menewaskan sekitar 1.400 orang pada 21 Agustus lalu itu.
Di sisi lain, sebagian negara mengecam penggunaan senjata kimia, namun sikap tegas terhadap Suriah tidak harus dilakukan dengan intervensi militer. Liga Arab, dalam pertemuan di Kairo, Mesir, menyerukan PBB untuk mengambil langkah tegas untuk membuat jera Suriah.
Namun usulan itu disarankan dengan menggunakan jalur diplomasi, penyelesaian politik dan hukum internasional. Sebagian negara lainnya menolak digunakannya intervesi militer ke Suriah.
Kalangan masyarakat sipil dunia, termasuk kalangan gereja juga menolak untuk penggunaan kekuatan militer dalam menyelesaikan krisis di Suriah, termasuk digunakannya senjata kimia. Sebab, perang akan menimbulkan masalah kekerasan yang lebih luas. (vk.se)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...