Sang Pemimpin
Pemimpin tidak boleh bertindak karena tekanan apa pun. Harun pastilah sendirian. Dia kalah suara—betapa ngerinya demokrasi tanpa pemahaman yang benar.
”Apakah yang dilakukan bangsa ini kepadamu, sehingga engkau mendatangkan dosa yang sebesar itu kepada mereka?” (Kel. 32:21). Musa marah kepada Harun. Tak habis dipikirnya, mengapa Harun menggugu keinginan umat Israel untuk membuat allah. Musa marah karena kakaknya adalah pemimpin umat.
Harun tak mau disalahkan dan membela diri: ”Janganlah bangkit amarah tuanku; engkau sendiri tahu, bahwa bangsa ini jahat semata-mata” (Kel. 32:22). Harun menyalahkan umat Israel.
Benarkah tindakan Harun itu? Tentu tidak. Sekali lagi, Harun adalah pemimpin. Sebagai pemimpin dia turut bertanggung jawab. Itu berarti dia tidak boleh lepas tangan, apa lagi cuci tangan.
Lagi pula, menurut catatan penulis Kitab Keluaran, tak ada upaya dari Harun untuk mencegah pembuatan patung itu. Bahkan, ketika umat Israel melihat Patung Lembu Emas dan berseru, ”Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!”; Harun mendirikan mezbah dan mengajak umat untuk mempersembahkan korban.
Harun memang tak bisa cuci tangan. Ia sungguh bersalah. Pertanyaan selanjutnya: ”Kok, Bisa? Mengapa Harun bertindak semacam itu?” Tampaknya, Harun belum sungguh-sungguh mengenal Allah, meski Allah telah memberi perintah ”Jangan membuat bagimu patung… dan menyembah kepadanya!” (Kel. 20:4-5).
Di sini juga terlihat pentingnya pemahaman dan pengenalan akan Allah dalam diri pemimpin umat Allah. Pemimpin tidak boleh bertindak karena tekanan apa pun. Harun pastilah sendirian. Dia kalah suara—betapa ngerinya demokrasi tanpa pemahaman yang benar.
Kisah kepemimpinan Harun berbeda dengan Yesus Orang Nazaret. Ketika orang Farisi dan pengikut Herodes bertanya soal pajak, Yesus tak langsung menjawab. Dia menekankan pentingnya pemahaman yang benar atas persoalan.
Sang penanya—para murid Farisi dan orang-orang Herodian—mewakili pandangan sebagian besar masyarakat. Orang Farisi percaya bahwa Allahlah raja mereka. Tanah air yang mereka diami merupakan karunia dan milik Allah. Kalaupun harus membayar, Allahlah yang paling berhak menerimanya, bukan penjajah. Itulah yang mereka lakukan melalui persembahan persepuluhan.
Para pendukung Herodes berpaham sebaliknya. Menolak membayar pajak, akan membuat kekuasaan Herodes—raja boneka pemerintah Romawi—berakhir.
Yesus memahami dilema itu, sehingga mengajukan pertanyaan reflektif: ”Gambar dan tulisan siapakah ini?" (Mat. 22:20). Melalui pertanyaan itu, Yesus mengajak para penanya melihat persoalan lebih jernih. Dengan meminta mereka menunjukkan mata uang yang dipakai sebagai pembayar pajak, Yesus secara dramatis memperlihatkan bahwa mereka mengakui kewibawaan kaisar.
Tetapi, Yesus juga mengatakan bahwa kekuasaan kaisar tidaklah mutlak. Dia melanjutkan: ”Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat. 22:21). Allah tentu lebih kuasa dari kaisar. Allah Mahakuasa.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...