Saninten, Sweet Chestnut yang Kini Dilindungi
SATUHARAPAN.COM – Bagi masyarakat Sunda, nama saninten umumnya dikenal sebagai nama wilayah di Jawa Barat. Bagi warga Kota Bandung, misalnya, dikenal nama jalan, Jalan Saninten, Cihapit. Di Bogor, juga bisa ditemukan nama Kampung Saninten di Ciomas.
Saninten sering disebut rambutan hutan. Buahnya memang mirip rambutan.
Susunan rambut pada buah saninten yang masih muda tersusun lebih lebat, lebih tebal, dan lebih tajam daripada buah rambutan biasa. Rambutnya tajam. Susunan buah bagian dalamnya pun mirip rambutan. Tetapi, saninten ini yang dimakan adalah bijinya karena gurih, terutama bila disangrai terlebih dahulu.
Di berbagai negara, saninten digemari karena rasa bijinya yang manis sehingga menjadi camilan mahal, karena wanginya dan rasanya manis gurih dan empuk. Saninten dikenal dalam bahasa Inggris sebagai sweet chestnut.
Pohon saninten, menurut Wikipedia, penyebarannya meliputi kawasan pegunungan di wilayah Banten dan Jawa Barat. Tanaman ini secara aspek morfologi dan aspek lain sangat berbeda dengan rambutan yang biasa kita kenal.
Saninten, mengutip dari ksdae.menlhk.go.id, buahnya berduri tajam mirip rambutan pula, bedanya kalau buah rambutan ketika diremas terasa lembut. Tapi, kalau buah saninten diremas durinya langsung menusuk telapak tangan.
Sayangnya, sulit sekali untuk memperoleh buah saninten, karena pohon saninten berbuah dua tahun sekali. Kalaupun berbuah setiap tahun, biasanya berselang setahun buahnya kosong. Baru setahun kemudian berisi buahnya.
Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa pohon saninten kini dilindungi, melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 92 Tahun 2018. Regulasi tersebut menyertakan saninten sebagai salah satu jenis tumbuhan yang kini dilindungi.
Pemerian Botani Saninten
Pohon saninten, mengutip dari ipb.ac.id, memiliki tinggi hingga 35−40 m. Kulit batang pohon berwarna hitam, kasar, dan pecah-pecah dengan permukaan batang tidak rata. Terdapat alur-alur memanjang pada batang yang tak lain adalah garis empulur yang menonjol keluar.
Kayu terasnya berwarna cokelat kelabu sampai merah muda. Kayu gubal/bagian tengah berwarna putih, kuning muda, dan kadang kemerah-merahan dengan ketebalan 5−6 cm.
Pohon saninten memiliki daun tunggal berseling, daunnya berbentuk lancip memanjang (lanset). Permukaan daun berlilin dan bagian bawahnya berwarna abu-abu keperakan ditutupi bulu-bulu menyerupai bintang atau sisik yang lebat.
Saninten berbunga pada bulan September sampai Oktober dan mulai berbuah pada bulan Januari. Bunga jantan tersusun dalam untaian berbentuk bulir, bunga betina tumbuh menyendiri, dan bunga berwarna kuning keputihan.
Buahnya bertangkai seperti buah rambutan, berkelompok dan kulit buah ditutupi duri yang tumbuh berkelompok, ramping, tajam, dan berkayu. Buah berbentuk bulat telur dengan duri mencuat pada empat sisi yang berisi tiga biji berbentuk tipis dan cekung.
Menurut CGGJ Van Steenis, dalam bukunya, Flora Malaysiana (1972, Penerbit Director of the Foundation Published by Voordhaff International Puleleyzen the Netherlands, I(7):311-312), biji saninten biasanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan.
Biji saninten biasanya diolah secara sederhana. Bisa direbus atau dibakar hingga lunak durinya. Bisa juga cangkang bijinya dipecahkan, lalu diambil bagian dalamnya untuk disangrai, kemudian sedikit diberi garam dan mentega, sangat gurih dan enak. Meskipun rasa buahnya istimewa, sangat sulit mendapatkan buah ini.
A Martawijaya, dalam bukunya, Atlas Kayu Indonesia Jilid II (1989, Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Bogor, hlm. 13-15), mengemukakan bahwa buah saninten tidak dapat disimpan lama karena daya kecambahnya cepat menurun. Buah segar memiliki daya berkecambah sekitar 75 persen.
Pohon saninten, menurut Wikipedia, memiliki nama ilmiah Castanopsis argentea, Blume A.DC. Tumbuhan ini juga disebut berangan atau rambutan hutan, atau sweet chesnut dalam bahasa Inggris.
Saninten, mengutip dari krcibodas.lipi.go.id, merupakan tumbuhan yang tumbuh di hutan campuran. Tumbuhan ini tersebar di Jawa bagian barat, timur, serta Sumatera. Biasanya tumbuh di ketinggian 200 – 1.400 di atas permukaan laut.
Sedangkan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango/Cibodas berada pada ketinggian 1.400 m dpl. Castanopsis termasuk dalam suku Fagaceae dan terdiri atas 120 jenis yang merupakan tumbuhan asli kawasan Asia tropika dan subtropika.
Sebanyak 58 jenis dari genus ini adalah asli dari China dan 30 jenis endemik. Di Kebun Raya Cibodas sendiri, koleksi Castanopsis ada lima jenis, yaitu Castanopsis acuminatissima, Castanopsis argentea, Castanopsis javanica, Castanopsis tungurrut, dan Castanopsis sp.
Karl Heyne, dalam bukunya Tumbuhan Berguna Indonesia (1987, Penerbit Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta, hlm. 535- 537), menyebutkan kayu saninten sering diperdagangkan dengan istilah berangan. Pada umumnya kayu saninten digunakan untuk bangunan perumahan dan jembatan, papan, tiang dan rusuk.
Kulit kayu dan kulit buahnya dapat dipakai sebagai penghitam rotan. Sementara buah dari saninten sering diperdagangkan secara lokal. Kayu Saninten termasuk kuat dan tahan lama, dapat digunakan untuk konstruksi rumah. Selain itu kayunya bagus untuk pembakaran dan baik untuk dibuat arang.
Y Moussouris, P Regato, dalam buku berjudul Tapping the Greenmarket. Certification and Management of non timberforest products (2002, Penerbit Earthscan Publications Ltd. London, Sterling, VA. p. 183-199), menyebutkan di Parnon, Jerman, salah satu spesies saninten ditanam di perkebunan seluas 450 ha dengan populasi 35.000 pohon, untuk diambil buahnya sebagai sumber bahan makanan.
Konservasi Pohon Saninten
Biji saninten, mengutip dari tropical.theferns.info, rasanya gurih dan manis seperti kacang mede. Di luar negeri biji saninten banyak digemari. Karena kegurihan dan manisnya itu, biji saninten dikenal sebagai sweet chestnut, yang dijual dengan harga cukup bagus. Bahkan saninten dijuluki “King of Fruit”, merujuk ke kandungan biji saninten yang sangat bermanfaat.
Biji saninten mengandung lemak rendah kalori, mineral, vitamin, protein dan nutrisi lain yang bermanfaat untuk kesehatan. Di Kota Aachen, Jerman, camilan sweet chestnut panggang seharga 1-2 euro (sekitar Rp17.000 – Rp38.000) per 8 buah.
Saninten dibudidayakan dan dikembangkan sebagai hutan tanaman atau agroforestri di luar daerah alaminya, seperti konversi plasma nutfah ex situ. Saninten banyak tumbuh di Taman Nasional Gede Pangrango di Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak di Sukabumi, dan Lereng Gunung Ciremai di Kuningan.
Sebagai sumber bahan makanan, pohon ini perlu dibudidayakan. Di sisi lain, penelitian mengenai ekologi dan populasi saninten di alam belum banyak dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap penyebaran anakan saninten, kondisi lingkungan dan keragaman jenis lain yang berasosiasi dengan tumbuhan ini.
Saninten juga berbuah dua tahun sekali, mengutip dari ksdae.menlhk.go.id. Kalaupun berbuah setiap tahun, biasanya berselang setahun buahnya kosong. Baru setahun kemudian berisi buahnya.
Berarti anakan saninten dari pohon induknya sulit didapat karena masa berbuahnya lama. Ditambah lagi bijinya sering ludes dimakan pemangsa. Padahal, biji tersebut merupakan cikal bakal anakan. Tak mengherankan jika Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) menyatakan tumbuhan ini langka.
Iwan Hilwan dan kawan-kawan dari Fakultas Kehutanan IPB meneliti “Pola Distribusi dan Regenerasi Saninten (Castanopsis argantea, Blume)” di Selabintana Resort, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Saninten ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, khususnya Resort Selabintana. Pola distribusi saninten diperlukan untuk pengembangan yang tepat, tetapi studi tentang ekologi dan populasi alami spesies ini jarang dan kurang dikenal.
Melalui penelitian itu Iwan dan kawan-kawan menilai potensi, regenerasi, dan pola distribusi saninten.
Hasil penelitian menunjukkan pola penyebaran saninten pada kedua lokasi penelitian adalah mengelompok (clump). Dapat dikatakan jenis saninten membutuhkan habitat yang khusus dalam pertumbuhannya.
Keberadaan saninten cenderung menurun dengan meningkatnya elevasi dan saninten cenderung dapat tumbuh baik pada tanah yang subur dan kering.
Ia berhharap penelitian itu menjadi informasi dasar bagi pengelolaan kawasan PTN Resort Selabintana dan bagi pihak yang ingin mengembangkan jenis saninten, mengingat manfaat saninten cukup banyak.
Saninten merupakan jenis tumbuhan asli setempat yang perlu dibudidayakan baik secara in situ maupun ex situ, agar keberadaan saninten dijamin tetap. Sebaiknya saninten dikembangkan pada ketinggian 1.100 m dpl karena penyebaran dan pertumbuhannya paling baik.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...