Satelit Sentinel 2-B Pantau Perubahan Lingkungan dan Cuaca Bumi
PRANCIS, SATUHARAPAN.COM – Badan Antariksa Eropa (ESA) luncurkan satelit Sentinel-2B, untuk memonitor polusi, pembabatan hutan, pola cuaca, dan perubahan morfologi Bumi. Satelit menyuplai citra resolusi tinggi untuk jejaring monitoring lingkungan Uni Eropa Copernicus.
ESA meluncurkan Sentinel-2B pada Selasa (7/3) dari stasiun luar angkasa Kourou, Guinea Prancis. Satelit ini diluncurkan untuk melengkapi proyek ambisius Copernicus dari Uni Eropa.
"Copernicus adalah program observasi bumi paling ambisius yang pernah ada," tulis ESA dalam laman internetnya. "Proyek itu akan menyediakan informasi yang akurat, cepat, dan mudah diakses publik untuk memperbaiki manajemen lingkungan dan memahami dampak perubahan iklim,” demikian dilansir situs dw.com.
Proyek Copernicus diawali dengan meluncurkan satelit kembar Sentinel 1A diikuti oleh satelit Sentinel 1B. Kedua satelit beroperasi di ketinggian 700 kilometer, dan orbitnya bakal terpisah sejauh 180 derajat serta mampu memproduksi citra bumi sekali dalam enam hari.
ESA juga sebelumnya sudah meluncurkan satelit Sentinel-2A pada tahun 2015. Seri satelit Sentinel 2 berupa konstelasi pasangan dua satelit kembar di orbit yang sama yang terpisah jarak 180 derajat, membawa sejumlah peralatan inovatif terbaru serta kamera resolusi tinggi multi spektral dengan 13 jalur spektrum.
Pantau Perubahan di Bumi
Penginderaan satelit kembar Sentinel 2, memiliki cakupan pandangan sekitar 290 km. Setiap lima hari sekali pasangan satelit memasok data citra bumi antara lintang 84 derajat Utara dan 84 derajat Selatan yang belum pernah ada sebelumnya.
Citra dari proyek Copernicus terutama hendak digunakan untuk memantau polusi udara, perubahan cuaca, pembabatan hutan, serta perubahan struktur dan morfologi tanah.
Data yang dihimpun empat satelit Sentinel yang telah diorbitkan tersebut, juga bisa dipakai untuk memetakan kawasan bencana yang bisa membantu tim penyelamat mengevakuasi korban atau menemukan infrastruktur yang tidak terkena dampak bencana.
Citra Pertama dari Satelit Baru
Sentinel-1 dibuat untuk mengujicoba terobosan baru, yakni pertukaran informasi tak terbatas ke luar angkasa. Satelit ini dilengkapi dengan laser khusus yang memungkinkan pengiriman data dalam jumlah besar. Fitur tersebut dinilai penting ketika waktu berarti nyawa, seperti dalam situasi bencana alam.
Sembilan hari setelah mengorbit di luar angkasa, Sentinel-1 sudah memotret gambar pertama. Sesuai dengan proyek dari Eropa, citra pertama satelit yang dibuat oleh Badan Antariksa Eropa itu adalah ibu kota Belgia, Brussels.
Gambar lain yang dibuat Sentinel-1 adalah, gletser pulau Pine, raksasa es yang setiap tahun membawa miliaran ton es ke laut Antartika Barat. Namun gletser ini terancam oleh pemanasan global. Pintu masuk gletser yang digambarkan seperti tutup botol, telah berkurang sebanyak satu kilometer per tahun dalam satu dekade terakhir.
Austfonna di Norwegia yang membentang seluas 8.120 kilometer persegi adalah tudung es dan sekaligus gletser terbesar di Eropa. Pengukuran oleh Sentinel-1 dan misi milik Badan Antariksa Jerman, DLR, mengungkap, bagian tenggara Gletser Austfonna bergerak sepuluh kali lebih cepat ketimbang yang diyakini selama ini.
Salar de Uyuni adalah dataran garam terluas di dunia. Wilayah ini terbentuk lebih dari 10.000 tahun lalu ketika danau yang menaunginya mengering. Salar de Uyuni terletak di ketinggian 3.600 meter dari permukaan laut di, barat daya Bolivia, berubah menjadi garam.
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...