Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 10:31 WIB | Kamis, 11 Desember 2014

Satu Bank Tidak Lolos "Stress Test" BI

Direktur Eksekutif untuk Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia (BI), Darsono (kiri) (Foto: Prasasta Widiadi)

Bank Indonesia menyatakan sebagian besar bank-bank di Indonesia memiliki daya tahan dan lulus dari stress test yang dilakukan oleh BI. Hanya ada satu bank yang Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalahnya melonjak sampai 5,75 persen.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif untuk Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia (BI), Darsono pada  acara Diskusi Kajian Stabilitas Keuangan bertema Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi, di Gedung Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (10/12).

“Industri perbankan kita saat ini masih memiliki daya tahan yang sangat panjang dan cukup memadai karena beberapa (dari bank swasta dan pemerintah) telah melalui stress test yang menguji daya tahan perbankan kita,” kata Darsono.

"Setelah stress test dilakukan, bank-bank kita masih sehat. Hanya ada 1 bank yang NPL-nya melonjak sampai 5,75%," kata Darsono, yang enggan menyebutkan nama bank itu.

Stress test merupakan sebuah uji kekuatan finansial bank, apakah nantinya bisa melewati masa-masa sulit. Bank harus menyediakan data-data kepada regulator dan harus menjalankan beberapa skenario sendiri untuk mengelola risiko dalam stress test tersebut.

Disamping melakukan stress test terhadap bank, BI juga melakukan uji ketahanan terhadap korporasi, karena industri besar membutuhkan kepastian pada nilai tukar mata uang.

“Dan kami memiliki data beberapa korporasi yang akan mengalami uncertain (ketidakpastian) apabila nilai tukar rupiah terus melemah,” Darsono menambahkan.

Bank Indonesia memperkirakan kredit macet akan meningkat pada akhir tahun ini menjadi 2,4 persen dari sisa pinjaman yang ada, naik dari 1,8 persen pada akhir 2013.

Bank sentral tersebut memperkirakan pertumbuhan pinjaman tahunan akan berada pada kecepatan terendah sejak 2010, pada 11 persen sampai 12 persen, atau lebih sedikit dari setengah angka tahun lalu yang mencapai 21,4 persen.

BI, kata Darsono menginginkan bank nasional harus memperlihatkan tingkat efisiensi. “Efisiensi perbankan Indonesia belum sebaik negara-negara tetangga,” Darsono mengakhiri penjelasannya.

Dampak Pelemahan Kurs

Oktober lalu hasil stress test BI menunjukkan sistem keuangan Indonesia memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi pembalikan modal asing. Simulasi tersebut dilakukan dengan melihat dampak pelemahan nilai tukar dan penurunan harga aset terhadap ketahanan perbankan. BI juga memperluas cakupan dalam asesmen ketahanan sistem keuangan tersebut, antara lain dengan melibatkan ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga, sebagai sektor penerima pembiayaan dari perbankan.

Dari sisi permodalan bank, hasil stress test menunjukkan bahwa perbankan Indonesia relatif tidak memiliki masalah terhadap pelemahan kurs. Beberapa bank bahkan mendapatkan windfall atau diuntungkan karena posisi valas yang dimiliki lebih besar dari kewajiban valas (long valas).

Sementara itu, koreksi harga Surat Berharga Negara (SBN) dengan skenario terburuk, yaitu harga SBN turun 25%, menunjukkan penurunan CAR hanya sebesar 147 bps. Penurunan CAR terbesar sebagai dampak penurunan harga SBN dialami bank BUKU 4 yang merupakan bank-bank dengan permodalan terbesar. Hal ini disebabkan bank BUKU 4 memiliki portofolio SBN yang cukup besar.

Secara lebih lanjut, stress test secara terintegrasi dengan melibatkan risiko pasar dan risiko kredit juga menunjukkan CAR Industri dan tiap kelompok BUKU masih cukup kuat diatas 8%. Dari sisi ketahanan likuiditas bank, penurunan likuiditas yang lebih dalam tampaknya hanya akan dialami oleh beberapa bank dengan permodalan yang kecil. Meski demikian, kondisi ketersediaan likuiditas pada bank-bank tersebut masih dalam level yang memadai.

Lima Korporasi Terancam Insolven

Dari sisi ketahanan korporasi, pelemahan nilai tukar akan berdampak pada peningkatan kewajiban valas korporasi. Peningkatan kewajiban valas yang tidak diikuti oleh peningkatan aset valas berpotensi menggerus permodalan korporasi sebagaimana tercermin dalam rasio Posisi Devisa Neto (PDN) korporasi.

Berkaitan dengan hal tersebut, BI telah melakukan stress test lanjutan pada korporasi yang memiliki Utang Luar Negeri (ULN) dan posisi Net Foreign Liabilities (NFL). Hasil simulasi menggunakan 57 korporasi yang memiliki ULN dan posisi NFL dengan data per triwulan I 2014 menunjukan bahwa diperkirakan terdapat 5 korporasi atau 8,77% dari total korporasi yang diobservasi berpotensi insolvent (equity negative) apabila nilai tukar Rupiah melemah diatas kurs Rp15.500/USD.

Rumah Tangga Aman

Sementara dari sisi rumah tangga (RT), hasil survei rumah tangga menunjukan tingkat leverage RT yang masih berada pada level aman. Dalam hal ini, utang RT masih dapat ditutup oleh pendapatan dan asetnya. Dari sisi perkembangannya, ketahanan RT terhadap leverage juga menunjukkan perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya tingkat utang, baik total utang, utang jangka panjang (dengan jatuh tempo di atas 12 bulan) serta utang kepada perbankan, dibandingkan dengan pendapatannya (disposable income) dan aset.

Rasio total utang terhadap pendapatan pada 2010 mencapai 19,53 turun menjadi 15,54 pada akhir tahun 2013. Sementara Rasio total utang terhadap aset pada 2010 mencapai 4,06 turun menjadi 2,96 pada akhir tahun 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa RT di Indonesia masih mampu untuk membayar seluruh utangnya dengan aset ataupun menggunakan pendapatannya. Meski demikian, peningkatan rasio NPL gross kredit RT dari level 1,41% pada posisi akhir 2013 menjadi 1,72% pada Juni 2014 tetap perlu dicermati.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home