“Satu Suara Sangat Penting bagi Arah ke Depan Negara”
MANADO, SATUHARAPAN.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan masyarakat untuk menggunakan hak pilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 17 April 2019, yang sudah tinggal beberapa hari lagi.
“Marilah kita datang berbondong-bondong ke TPS (tempat pemungutan suara), mengajak teman, mengajak saudara, mengajak kawan, mengajak handai taulan, kampung untuk berbondong-bondong ke TPS. Gunakan hak pilih kita,” kata Presiden, saat memberikan sambutan pada silaturahmi dengan peserta Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) X Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Tahun 2019, di Hotel Sultan Raja, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (31/3) malam, seperti dilansir setkab.go.id.
Kepala Negara mengingatkan biaya pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) mencapai triliunan rupiah, dan hak pilih masyarakat menentukan arah negara ini ke depan seperti apa. Karena itu, Kepala Negara mengimbau, jangan sampai hari Rabu itu libur.
“Saya mengimbau, mengajak, hari Rabu-nya libur, hari Kamis-nya masuk, tapi hari Jumat-nya, Jumat Agung, libur. Ya kan? Nah, hati-hati. Tolong diingatkan kepada jemaat-jemaat agar tidak berlibur di hari Rabu-nya,” ucap Kepala Negara.
Rabu, lanjut Kepala Negara, boleh berlibur tetapi terlebih dulu nyoblos, memberikan hak suara. “Jam delapan datang ke TPS nyoblos dulu, atau jam sembilan datang ke TPS nyoblos dulu, jam sepuluh terserah kalau mau liburan,” ia menjelaskan.
“Hati-hati. Mohon diingatkan mengenai ini. Satu suara sangat penting bagi arah ke depan negara yang kita cintai ini,” tutur Kepala Negara.
Presiden: Harus Mulai Benahi Cara-cara Berpolitik yang Tidak Beretika
Pada bagian lain sambutannya, Presiden mengkritik sejumlah praktik politik yang berkembang di Tanah Air yang dinilainya tidak beretika.
“Saya empat setengah tahun yang namanya dihina-hina, dijelek-jelekkan, difitnah, dicela, sudah kayak makanan sehari-hari, di medsos (media sosial) maupun di lapangan,” ungkap Presiden.
Ia mengakui kadang tidak ingin menjawabnya, bahkan ingin marah, “Tapi selalu saya sampaikan, sabar, ya Tuhan. Sabar, sabar, sabar.”
Kepala Negara menunjuk contoh di medsos, yang menuding dia PKI. Kepala Negara, yang awalnya mendiamkan, kemudian merasa perlu bersuara. Ia harus mengingatkan hal itu, karena sembilan juta orang yang disurvei mempercayai isu itu. “Harus saya jawab,” katanya.
“Saya lahir tahun 1961, PKI dibubarkan tahun 1965. Umur saya masih empat tahun. Masa iya masih balita sudah jadi aktivis PKI,” ia menggambarkan.
Tudingan sebagai antek asing, dijawab Presiden Jokowi dengan pengambilalihan Blok Mahakam, blok besar yang dikelola Jepang dan Prancis melalui Inpex dan Total selama 50 tahun, pada 2015, dan diberikan seratus persen ke Pertamina, juga Blok Rokan, blok besar minyak dan gas yang dikelola Chevron Amerika 90 tahun, pertengahan 2018, yang dimenangkan seratus persen oleh Pertamina.
Tudingan-tudingan lain berkait dengan Freeport dan tenaga kerja asing. Presiden menjelaskan, tenaga kerja asing di Indonesia hanya 0,03 persen dari jumlah penduduk. Ia membandingkan misalnya dengan Malaysia, 5,4 persen, dan yang paling banyak dari Indonesia. Singapura memiliki 24 persen tenaga kerja asing, lebih banyak lagi di Uni Emirat Arab yang memiliki 80 persen tenaga kerja asing. “Tapi tidak ada yang ramai. Namun, di sini, semua dijadikan isu politik,” ia mencontohkan.
Kepala Negara menegaskan, cara-cara berpolitik yang tidak beretika, yang tidak bertata krama, harus dibenahi, diperbaiki. “Sedih kalau melihat cara-cara berpolitik seperti ini. Itu bukan budaya kita, bukan tata krama kita, bukan sopan santun berpolitik kita, bukan etika kita. Tugas kita bersama untuk mengingatkan mana yang benar, mana yang enggak benar, mana yang salah, mana yang betul,” katanya.
Tampak hadir dalam kesempatan itu Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Umum PGI Dr Henriette Hutabarat Lebang, dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...