Saudi: Assad Harus Mundur di Awal Transisi Suriah
PARIS, SATUHARAPAN.COM - Presiden Suriah Bashar al Assad harus segera mengundurkan diri begitu pemerintahan sementara dibentuk, ungkap Menteri Luar Negeri Saudi Adel al Jubeir pada hari Sabtu (5/3), menegaskan bahwa tidak ada cara untuk mempertahankan kekuasaannya.
Perundingan antara rezim dan oposisi Suriah, yang dijadwalkan akan dilanjutkan pekan depan di Jenewa, ditujukan untuk menyusun proses transisi politik guna mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lima tahun di negara itu.
“Assad harus mundur di awal proses,” kata menteri kepada wartawan di Paris. Merujuk pada serangkaian kejadian.
“Ada badan transisi, pergantian kekuasan dari Assad ke badan transisi tersebut, dan kemudian dia keluar,” tambahnya.
Setelah itu, “Badan transisi merancang sebuah konstitusi, menyiapkan pemilu.”
“Bagi kami, sangat jelas, dia harus mundur di awal proses, bukan di akhir,” tegasnya.
Perundingan damai Suriah yang dijadwalkan pada 9 Maret akan dimulai keesokan harinya, dengan partisipan dijadwalkan akan tiba di Jenewa dalam beberapa hari, ujar Utusan PBB Staffan de Mistura pada Sabtu pagi.
Putaran perundingan pertama pada awal Februari gagal dilakukan di tengah intensifnya serangan udara Rusia di Suriah sebagai bentuk dukungan terhadap pasukan Assad.
NATO pada hari Jumat (4/3) menuduh Rusia mempersulit upaya penyelesaian konflik di Suriah dengan mengebom kelompok-kelompok oposisi moderat yang memerangi Presiden Bashar al-Assad.
“Penolakan Moskow untuk mematuhi ketertiban yang berbasis pada aturan internasional kini meluas ke Suriah dan Mediterania Timur,” kata Wakil Sekretaris Jenderal NATO Alexander Vershbow dalam konferensi tahunan di Krakow, Polandia.
“Rusia telah memberikan dukungan militer yang lebih besar untuk Presiden Assad - termasuk mengebom kelompok-kelompok oposisi moderat, dan menyebabkan puluhan ribu warga sipil mengungsi dari Aleppo dan kota-kota lainnya - sehingga mempersulit upaya jangka panjang untuk mengakhiri kekerasan serta transisi politik dan perdamaian yang tengah dinegosiasikan.”
Presiden Prancis Francois Hollande dan Perdana Menteri Inggris David Cameron pada Kamis juga mengimbau Rusia dan rezim Suriah untuk “segera menghentikan serangan terhadap oposisi moderat.”
Berbicara menjelang perundingan damai pekan depan, Vershbow mengatakan dia berharap “gencatan senjata saat ini bisa berkembang menjadi sesuatu yang bisa bertahan jauh lebih lama.”
Kemajuan Nyata di Suriah
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Marc Ayrault, pada hari Jumat (4/3) memuji “kemajuan nyata” di Suriah, namun mengatakan pembicaraan perdamaian tidak bisa dilanjutkan kecuali gencatan senjata sepenuhnya dihormati dan hingga seluruh rakyat Suriah mendapatkan akses bantuan.
“Kami ingin mempercepat kelanjutan negosiasi di Jenewa, namun dua syarat harus dipenuhi yaitu akses bantuan kemanusiaan untuk seluruh rakyat Suriah, dan penghormatan terhadap gencatan senjata sepenuhnya,” ujar Ayrault setelah pertemuan di Paris dengan menteri luar negeri Inggris, Jerman dan Uni Eropa (UE).
Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond mengatakan “gencatan senjata ini tidaklah sempurna, namun upaya ini mengurangi tingkat kekerasan, menciptakan peluang bagi sejumlah akses kemanusiaan.”
Sedangkan Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier menegaskan “bantuan kemanusiaan tidak harus dikecualikan, seharusnya hal itu normal, dan dari sudut pandang tersebut kami masih jauh dari situasi memuaskan.” (AFP/Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...