Saut Hutagalung: Kemaritiman Menunjang Ketahanan Pangan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Saut Hutagalung, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan pemerintahan baru agar mempersiapkan Indonesia menjadi negara maritim yang sesungguhnya. Karena penguatan kemaritiman sangat diperlukan dalam menunjang ketahanan pangan dan penguatan kesejahteraan masyarakat.
"Kemaritiman sangat diperlukan dalam menunjang ketahanan pangan dan penguatan kesejahteraan masyarakat," kata Saut Hutagalung dalam acara Focus Group Discussion (FGD), Rabu (24/9) yang diselenggarakan oleh Persekutuan Inteligensia Sinar Kasih yang mengambil tema Ekonomi, Pertanian dan Maritim di Gedung Sinar Kasih Jakarta.
Saut Hutagalung menjelaskan bahwa dalam tata kelola maritim yang utama adalah penataan legislasi dan sinergis sektoral, serta upaya-upaya revitalisasi perikanan dan pengembangan potensi kelautan.
Penguatan kemaritiman dan Sinergis Sektoral
Menurut Saut Hutagalung, Indonesia negara kepulauan namun belum menjadi negara maritim. Negara maritim karena terutama ditunjukkan dalam hal penguasaan dan pemanfaatan lautnya. Dengan arah pemerintahan baru Jokowi dan Jusuf Kalla menuju penguatan kemaritiman, perlu didukung agar tidak lagi berorientasi pada daratan.
"Indonesia dengan 70 persen lautan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan beberapa hal perlu dipersiapkan agar Indonesia dapat menuju negara maritim yang sesungguhnya dan visi misi presiden terpilih telah mengarah ke sana," kata Saut Hutagalung.
"Perlunya penguatan kemaritiman, agar Indonesia tidak lagi hanya berorientasi pada daratan. Kondisi kelautan kita syukuri, bagaimana kita manfaatkan sebaik-baiknya," kata Saut Hutagalung.
Konsekuensi yang harus dilalui menuju negara Maritim, menurut Saut yang utama adalah masalah legislasi dasar hukum. Perlu ada Undang-undang yang memayungi dan mengintegrasikan tata kelola laut. Tata kelola laut perlu ada basis kuat yang mengatur baik masalah wisata laut, perikanan laut, perhubungan laut, tambang laut, yang saat ini ada ego sektoral dimana masing-masing kementerian berjalan sendiri-sendiri.
"Saat ini ada 23 Undang-undang kelautan yang masing-masing bekerja terpisah dan tidak ada UU yang mengintegrasikan," kata Saut Hutagalung.
Belajar dari negara Portugal yang adalah negara kepulauan dan negara maritim, maka diperlukan penguatan sinergis di antara sektor di bidang kelautan, demikian disimpulkan Saut Hutagalung sebagai langkah penguatan kemaritiman yang penting, bisa dalam bentuk kantor menko dan atau dewan kelautan.
Di Portugal, Saut mencontohkan ada sekretariat yang khusus mengkoordinir masalah antar kementerian yang berada langsung di bawah perdana menteri. Di Indonesia, sekalipun sudah lama ada namun yang diperlukan adalah koordinasi, "Dewan Maritim Indonesia, sudah ada 15 tahun, namun belum tentu sekalipun presiden memimpin rapat dewan kelautan dalam lima tahun, bisa dibayangkan koordinasi seperti apa yang dihasilkan" kata Saut Hutagalung mencontohkan pentingnya sinergi antar sektoral dalam kelautan mengatasi hambatan ego sektoral yang selama ini terjadi.
Ketahanan Pangan dan Gizi
Menyikapi adanya mafia dalam perikanan kelautan dan hambatan-hambatan dalam pengelolaan kemaritiman dari hasil diskusi dalam FGD, menurut Saut Hutagalung yang diperlukan adalah kemauan kuat untuk melakukan perbaikan.
"Masalahnya kita mau melakukan atau tidak, berani atau tidak. Perlu keberanian bertindak untuk mengatasi mafia kelautan, dalam pencurian perikanan dan perbaikan tata kelolanya, karena masalahnya sudah terang benderang," kata Saut Hutagalung.
Hal lain yang diusulkan oleh Saut Hutagalung bila berbicara masalah kedaulatan dan kemandirian pangan adalah perlunya bicara tentang ketahanan pangan dalam hal ketersediaan pangan dan gizi, karena ini hal ini yang menjadi urusan rakyat, keluarga dan setiap penduduk. Dalam kasus bayi lahir, ada 37 persen bayi lahir dalam kondisi kekurang gizi, masalah gizi tetap menjadi masalah penting berkaitan dengan kecerdasan dan masa depan bangsa.
Perikanan memiliki peran strategis dalam ketahanan gizi, "Di antara sektor penyedia pangan sumber protein hewani, perikanan laut adalah yang paling siap, khususnya dalam hal budidaya" kata Saut Hutagalung mengatakan pendapatnya mengenai ketersediaan dan keterjangkauan pangan. Sebagai bandingannya, seekor sapi memerlukan dua hektar lahan yang semakin sulit disediakan saat ini.
Revitalisasi Perikanan dan Potensi Kelautan
Mengambil contoh revitalisasi perikanan, peningkatan perikanan harus diberi perhatian penting di masa depan, karena merupakan nilai terbesar yang dapat dipetik dari perikanan laut.
"Peningkatan nilai tambah harus dikembangkan, bukan lagi pada peningkatan produksi, karena disanalah nilai tambah," kata Saut Hutagalung.
Selain adanya potensi wisata bahari dan masih ada potensi lain yang perlu digali. Minyak ikan misalnya, banyak didatangkan dari luar negeri, penelitian dan pengembangan sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Biofarmasi, bio teknologi laut, memiliki potensi besar yang belum dimanfaatkan.
"Perikanan masih memerlukan revitaslisasi," lanjut Satu Hutagalung.
"Sewaktu dipermasalahkan maritim tanpa jelas posisi perikanan, saya mengatakan bahwa patut diduga, kementerian maritim juga didorong oleh pihak-pihak yang selama ini mengambil keuntungan secara ilegal," kata Saut Hutagalung.
"Perikanan harus diperjelas dan upaya-upaya mengatasi praktek-praktek ilegal, sulit dibayangkan apa jadinya perikanan kita. Perlu pengawasan dan juga keberanian memulai mengatasi mafia perikanan," tegas Saut Hutagalung.
Bidang yang lain yang belum digarap, menurut Saut, adalah budidaya lepas pantai. Hal ini dilakukan di Cile dan Norwegia. Budidaya lepas pantai bila dikembangkan menjadi upaya luar biasa.
"Perikanan jangan dipandang sebelah mata, namun harus kita dorong dengan upaya-upaya pengembangan kemaritiman, dan yang terpenting adalah cara pengembangannya. Tol laut, transportasi laut, agar semakin banyak orang bisa menikmati," kata Saut Hutagalung mencontohkan masyarakat di Papua dapat menikmati harga beras dan semen yang relatif sama dengan di Pulau Jawa, bila kemaritiman dibenahi.
Penguatan Sumberdaya Manusia
Hal terakhir yang tak kalah penting menurut Saut Hutagalung adalah penguatan sumber daya manusia di bidang maritim. Bonus demografi juga harus diperlengkapi dengan pembangunan fisik namun juga semangat kerja keras, bekal kewirausaahan, pembekalan soft skill. Generasi muda harus tetap didorong mengembangkan perikanan dan pertanian yang dipersiapkan untuk masa mendatang.
Sumber daya manusia juga berkaitan dengan kesejahteraan 11 Juta kepala keluarga terutama nelayan, harus dipertegas dalam program-program kemandirian ekonomi. Melalui penegasan dan perhatian nelayan adalah bagian dalam mengangkat kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir.
Kondisi geografis juga ditunjukkan dengan pemanfaatan kemaritiman dan tata kelola laut yang masih semrawut seperti jaring laba-laba. Dengan mencontohkan kegagalan perairan di Batam sebagai lalu lintas laut yang memberikan manfaat, yang disebabkan tidak ada penataan zona-zona laut, dibandingkan dengan perairan Singapura yang tertata lebih rapi.
"Penataan sektoral seperti jaring laba-laba yang semrawut, karena ada ego sektoral memerlukan penataan undang-undang dan tata kelola kemaritiman, agar kita lebih baik di masa mendatang," Saut Hutagalung mengakhiri pemaparannya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...