Saya Bartosz, gembala di padang Efrata
Gembala pernah menjadi profesi bergengsi dalam sejarah bangsa kami.
SATUHARAPAN.COM – Saya Bartosz, penggembala di padang Efrata… gembala pernah menjadi profesi bergengsi dalam sejarah bangsa kami… bani Ibrani… Ingat Musa? Pemimpin agung yang membawa bangsa kami keluar dari perbudakan bangsa lain? Ya, dahulu dia seorang gembala… sebelum menjadi pemimpin besar.
Dan siapa tidak mengenal Raja Daud… sejarah mencatatnya sebagai raja yang gagah berani… Dia bahkan pernah mengalahkan orang yang besarnya hampir dua kali tubuhnya… hanya dengan bersenjatakan batu dan ketapel… pada saat ia masih seorang gembala… Dan kau tahu… di mana ia menggembalakan domba-dombanya…? Tepat di sini… di padang Efrata!
Sayangnya… jika kau menjadi gembala sekarang… Kau bukanlah orang yang istimewa… Engkau hanya pecundang yang tidak di terima… dan tidak dipercaya… di mana pun… Kami dibayar terlalu sedikit… untuk pekerjaan yang terlalu banyak. Karena kami adalah sampah masyarakat. Kenyataan ini membuat hati kami… para gembala… lambat-laun… menjadi pahit… semakin pahit…
Ah… sesungguhnya… mana boleh kami protes… Masing-masing kami memang menyimpan masa lalu kami yang kelam… Cephas… memukuli kakaknya sampai hampir mati dan ia dibuang dari keluarganya…. Lalu ada Giuseppe… dia pencuri kambuhan di desanya… Ia melarikan diri ketika orang-orang sedesanya yang sudah muak… mengejarnya dengan senjata teracung…
Dan saya sendiri… Abba menitipkan saya kepada Tuan Ismo… pemilik ternak… Karena menurut Abba… saya tidak baik dalam belajar atau melakukan apa pun… tetapi sekadar menjaga ternak… tentu saya bisa… ah… banyak komentar Abba yang menikam sanubari saya lebih dari yang ia kira.
Demikianlah kami bergabung dalam kelompok jaga malam… yang mengawasi ternak-ternak kami dalam istirahat mereka… Masing-masing tiga jam… sekarang giliran saya… ketika… terjadi kejutan itu… Tiba-tiba saja seseorang tak dikenal berdiri di tengah-tengah kami… Seluruh tubuhnya bersinar… bagaikan sinar fajar pertama… walaupun pada kenyataannya… ini masih malam... Saya melihat Cephas dan Giuseppe, juga yang lainnya… terjaga seketika dan memandang takjub…
”Jangan takut…!” begitu kata malaikat itu. Pastinya dia seorang malaikat bukan? Maksud saya… mana bisa ada orang bercahaya seperti itu… ajaib! Kami tidak ketakutan… bahkan itu adalah saat yang paling tidak menakutkan dalam hidup kami…
Malaikat itu mengabarkan berita sukacita… Katanya… telah lahir bagi kami… Kristus… Sang Juru Selamat… Katanya pula… kami akan menjumpainya di palungan… Dan kemudian… hal yang lebih menakjubkan terjadi… Tiba-tiba padang rumput kami… bersinar benderang oleh banyak sekali bala malaikat yang melantunkan pujian bagi Allah… pujian terindah yang pernah saya dengar…
Saya Bartosz, gembala di padang Efrata…. Dahulu saya orang yang terbuang… sekarang tidak lagi… peristiwa itu mengubah hidup kami semua… saya… Cephas… Giussepe…. Kepahitan yang meracuni batin kami tiba-tiba sirna begitu saja… kami tidak tahu kapan tepatnya itu terjadi….
Kemungkinan besar… itu terjadi begitu saja di kandang kumuh itu… ketika kami melihat bayi munggil di dalam pelukan palungan—tempat makanan hewan… Begitu kami melihatnya… serta-merta kami percaya… Dia… Sang Bayi Kudus… datang untuk menyelamatkan kami… dari hidup kami yang sia-sia… dari dosa masa lalu yang teramat kelam…
Di tengah-tengah jerami… dan kotoran ternak… hidup kami diubahkan. Saya Bartosz bukan sekadar gembala biasa… ternak gembalaan kami sumber makanan dan pakaian banyak orang… Dan ternak terbaik kami… untuk dipersembahkan kepada Allah Semesta… Kami sendiri bertekad… untuk hidup sedemikian rupa… agar bisa menjadi persembahan yang harum… bagi Dia yang meninggalkan tahta agung… untuk lahir menjadi bayi tanpa daya…supaya menjadi sama seperti kami… orang-orang yang lemah dan papa….
Saya Bartosz, gembala di padang Efrata….
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
RI Take Down 180.954 Konten Radikalisme di Media Sosial
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan Kement...