SBY dan Abbott Bahas Pencari Suaka
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Presiden Indonesia telah membuat konsesi signifikan terhadap permintaan Tony Abbott, Perdana Menteri Australia, tentang manusia perahu dalam pembicaraan di Jakarta, Senin (30/9), menyetujui bahwa Indonesia perlu membuat kesepakatan langsung dengan Australia untuk berusaha memecahkan masalah penyelundupan manusia.
Sampai saat ini posisi Indonesia siap dengan setiap kebijakan yang potensial harus ditangani dalam forum multilateral, Bali Process. Dan, banyak kebijakan Abbott—manusia perahu hingga pembangunan pelabuhan transit bagi para pencari suaka di Indonesia —telah dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan Indonesia.
Bali Process adalah sebuah kerangka kesepakatan internasional, yang dimulai pada "Konferensi Regional Tingkat Menteri tentang Penyelundupan Manusia, Perdagangan Manusia dan Kejahatan Transnasional” yang diselenggarakan di Bali, Indonesia pada Februari 2002, untuk menangani gelombang pencari suaka dan untuk memerangi perdagangan manusia. Lebih dari 50 negara dan sejumlah lembaga internasional berpartisipasi dalam Bali Process dan diketuai oleh Pemerintah Indonesia dan Australia.
Sepakat Setelah Pertemuan
Tapi setelah bertemu Abbott Senin malam, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui dua negara akan saling bekerja sama untuk mengatasi pengungsi ini.
“Indonesia telah berusaha untuk mengatasi masalah ini, tapi akan jauh lebih baik jika kerjasama adalah pada tingkat bilateral,” kata laki-laki yang akrab dipanggil SBY ini.
Pernyataan itu membuka pintu untuk Indonesia membuat lebih banyak konsesi terhadap permintaan Australia, meskipun Abbott dan SBY tidak membahas secara terperinci. Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison dan mitranya dari Indonesia, Djoko Suyanto, akan segera bertemu untuk membahas perinciannya.
Abbott juga memperhatikan kepekaan Indonesia dengan mengambil garis keras terhadap pengunjuk rasa di Australia mengagitasi untuk kemerdekaan Papua, Indonesia.”Pemerintah Australia mengambil pandangan tegas terhadap siapa pun yang ingin menggunakan Australia sebagai platform untuk melawan Indonesia. Kami akan melakukan segala sesuatu yang kita mungkin bisa mencegah ini dan mencegah hal ini.”
Kebijakan luar negeri Abbott tidak membuat perbedaan dengan kampanye politik melawan Partai Buruh. Ia meminta maaf kepada Indonesia saat pidato makan malam untuk kebijakan Australia yang “memberi angin segar bagi penyelundup manusia” dan pembatalan perdagangan ternak hidup.
“Tidak pernah lagi harus negara ini mengambil tindakan yang membahayakan pasokan makanan dari teman dan mitra seperti Indonesia,” katanya.
Perundingan dilakukan sebagai bagian penting dari kebijakan Abbott terhadap pencari suaka —transfer dalam waktu 48 jam setelah penahanan—yang dipertanyakan para ahli medis khawatir bahwa pemeriksaan kesehatan penting akan dikorbankan untuk kepentingan politik.
Profesional medis mengatakan screening menyeluruh, termasuk vaksinasi dan sinar-X, tidak dapat dicapai dalam waktu dua hari. Pemerintah sebelumnya hanya bisa mengelola rata-rata 12 hari.
Indonesia vs. Australia
Sebagai perbandingan antara kedua negara, berikut beberapa fakta menarik.
Populasi
Dengan perkiraan populasi 251.160.124, penduduk Indonesia lebih dari 11 kali lebih besar dari Australia 22.262.501.
Ekonomi
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan sebesar US$ 1,237 triliun (Rp 14,3 juta triliun) pada 2012, secara substansial lebih besar dari Australia US$ 986.7 miliar (Rp 114 ribu triliun).
Militer
Australia menghabiskan lebih banyak anggaran militer daripada Indonesia, dengan US$ 26,158 juta (Rp 303 triliun) pada 2012, sekitar 1,7 % dari PDB. Indonesia menghabiskan $ US 6,866 juta (Rp 79 triliun) sekitar 0,8 % dari PDB.
Geografi
Australia dan Indonesia adalah negara pulau besar dengan garis pantai yang luas. Australia lebih besar di 7.692.024 km2 persegi dibanding Indonesia yang sebesar 1.922.570 km2. (theguardian.com / theage.com.au)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...