SBY: Jangan Curigai Pertemuan Politik Non-Kekuasaan
CIKEAS, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta seluruh pihak tidak mencurigai pertemuan politik yang dilakukan orang atau kelompok di luar kekuasaan.
Hal itu disampaikan SBY menyangkut rencana unjuk rasa 4 November 2016 di Jakarta oleh sejumlah kelompok organisasi massa yang menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama diproses secara hukum lantaran pernyataannya terkait Surat Al Maidah ayat 51.
“Jangan kalau ada pertemuan politik yang di luar kekuasaan lantas dicurigai,” kata SBY dalam konferensi pers di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, hari Rabu (2/11).
Presiden RI ke-6 itu menjelaskan sepekan terakhir situasi politik di negeri ini menghangat, bukan hanya di Jakarta tapi juga di seluruh Tanah Air.
Dia menyatakan bahwa masyarakat telah sama-sama menyaksikan pada beberapa hari belakangan ini banyak pertemuan politik dilakukan, misalnya, antara Presiden Joko Widodo dengan Prabowo Subianto, lalu dirinya (SBY) dengan Wapres Jusuf Kalla dan dengan Menko Polhukam Wiranto.
‘Dan banyak lagi pertemuan politik termasuk `statement` yang dikeluarkan para tokoh politik," ujar SBY.
Dia menekankan tentu intelijen harus akurat dalam menyikapi setiap situasi termasuk pertemuan politik. Intelijen tidak boleh menjadi "ngawur" dan main tuduh.
Menurut SBY, banyak seruan agar unjuk rasa boleh dilakukan asalkan tidak anarkis. Dia mengaku setuju dengan seruan seperti itu.
Bagi SBY, unjuk rasa di era demokrasi adalah unjuk rasa damai dan tidak anarkis.
Dia mengatakan di era kepemimpinannya selama 10 tahun menjadi p[residen juga banyak unjuk rasa dilakukan, tetapi pemerintahan tidak jatuh, bahkan ekonomi tetap tumbuh dan pemerintah tetap bisa bekerja.
“Saya tidak alergi dengan unjuk rasa, saya telah buktikan selama 10 tahun,” kata dia.
Namun demikian, SBY menegaskan, di jamannya, intelijen tidak mudah melaporkan sesuatu yang tidak akurat. Dirinya sebagai pemimpin juga tidak mudah menuduh dan mencurigai adanya orang-orang besar yang mendanai unjuk rasa yang terjadi.
“Kalau dikaitkan situasi sekarang, jika ada analisis intelijen seperti itu (menuduh) saya kira berbahaya. Berbahaya menuduh seseorang atau kalangan atau partai politik melakukan seperti itu (mendanai unjuk rasa). Itu fitnah, `i tell you` fitnah lebih kejam dari pembunuhan dan sekaligus itu penghinaan,” kata dia.
Dia mengingatkan bahkan peristiwa "Arab Spring" saja tidak ada yang mengomandoi. Semua terjadi karena perkembangan teknologi dan viral media sosial.
SBY kemudian memberikan pandangannya terkait rencana unjuk rasa 4 November 2016. Dia menyarankan agar seluruh pihak menyerahkannya kepada penegak hukum.
“Mari bertanya sebenarnya apa masalah yang kita hadapi ini, dan kenapa di seluruh Tanah Air rakyat melakukan protes dan unjuk rasa. Tidak mungkin tidak ada sebab, maka mari lihat dari sebab-akibat,” kata dia.
Menurut SBY, tidak mungkin rakyat akan unjuk rasa untuk bersenang-senang atau berjalan-jalan ke Jakarta, melainkan pasti karena ada tuntutan yang tidak didengarkan.
“Kalau tuntutan rakyat sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda tetap ada unjuk rasa. Mari bikin mudah urusan ini, jangan dipersulit. Mari kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan, itu kuliah semester satu manajemen kepemimpinan,” kata dia.
Dia mengatakan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama, dan penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang.
Di Indonesia sudah ada yurisprudensi serta preseden, yang menyebut urusan semacam ini, dan yang bersalah sudah diberikan sanksi.
“Jadi kalau ingin negara tidak terbakar amarah penuntut keadilan pak Ahok ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Penegakan hukum juga harus transparan dan adil, jangan direkayasa. Jika proses penegakan hukum berjalan benar, adil, transparan dan tidak direkayasa, rakyat juga harus terima apapun hasilnya,” kata dia.
Menurut SBY semua persoalan terkait persoalan pernyataan Ahok, harus diserahkan ke penegak hukum, dan kini bola ada di penegak hukum.
Lebih jauh SBY juga mencermati adanya anggapan bahwa proses hukum bernuansa politis lantaran Ahok kini tengah berstatus sebagai calon gubernur petahana. Bagi SBY proses hukum tidak akan mengganggu status Ahok sebagai calon gubernur yang memiliki hak berkampanye.
Dia secara pribadi berpendapat, apapun yang terjadi berkaitan proses hukum, Pilgub DKI tetap harus diikuti tiga pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU DKI Jakarta. Ketiganya harus diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti kampanye.
“Biarkan ketiganya berkompetisi secara adil dan demokratis,” kata dia. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...