SDM Tidak Mampu, Rekapitulasi Suara Pemilu Terlambat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketidakmampuan sumber daya manusia untuk menyelenggarakan pemilihan umum dengan baik diduga menjadi penyebab utama keterlambatan proses rekapitulasi suara Pemilu 2014 yang terjadi saat ini.
Bila mengacu pada jadwal yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum, seharusnya proses rekapitulasi telah berada di tingkat provinsi, namun pada kenyataannya, hingga saat ini beberapa kecamatan di Provinsi DKI Jakarta belum menyelesaikan proses rekapitulasinya.
“Rekapitulasi mengalami keterlambatan akibat kelemahan sumber daya manusia, Ketua dan Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), tidak mampu bertanggung jawab untuk menjaga proses pemungutan dan penghitungan suara pada tingkatnya. Ketua dan Anggota KPPS tidak memiliki integritas, kompetensi, dan netralitas,” ucap Koordinator Divisi Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Uthe Pelu, saat ditemui dalam Rapat Pleno KPU Kota Adminsitratif Jakbar, di Twin Plaza, Jakarta, pada Senin (22/4).
Hingga Selasa (22/4), pukul 15.00 WIB sore, proses rekapitulasi hasil penghitungan suara Kota Adminstratif Jakarta Barat (Jakbar) untuk DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD masih tersendat. Penyebabnya, satu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), yakni Kecamatan Cengkareng, masih melaksanakan proses rekapitulasi suara.
Selain Kota Administratif Jakbar, masih terdapat kota lainnya di Provinsi DKI Jakarta yang belum menyelesaikan proses rekapitulasi suara di tingkat kota, yakni Kota Administratif Jakarta Timur. Padahal, sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) pasal 21, mengenai jadwal pelaksaan rapat pleno dan pasal 27 ayat (31), (34) dan ayat (38) tentang teknis pelaksanaan rapat pleno, seharusnya Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pemilu 2014 di tingkat kota telah berakhir kemarin (21/4), dan kini sudah dilangsungkan proses rekapitulasi tingkat provinsi.
“Terdapat beberapa PPK yang hingga saat ini belum selesai menjalankan proses rekapitulasi, hal ini menunjukkan ketidaksiapan dan tidak profesionalnya PPK dalam memasukan data hasil pemungutan 9 April lalu,” Uthe menambahkan.
Keabsahan hasil pemungutan suara pada tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang cukup buruk, membuat pelaksanaan rekapitulasi pada tingkat yang lebih tinggi tersendat, karena terdapat perbedaan perolehan suara antara hasil himpunan Komisi Pemilihan Umum dengan hasil yang dimiliki oleh para saksi masing-masing partai politik.
“Tingkat kebsahaan data hasil pemilu di tingkat TPS tidak diperhatikan dengan baik oleh para saksi dan KPPS, sehingga ketika masuk ke tingkat kota seperti ini, mengalami perbedaan hasil. Semua harus direkap dengan baik, karena seharusnya begitu masuk ke tingkat seperti ini, data itu hanya di masukan saja, begitu juga nanti saat berada di tingkat provinsi dan nasional,” kata Uthe.
Selanjutnya, Koordinator Divisi Monitoring KIPP itu menyarankan agar pada pemilu selanjutnya, partai politik lebih memperhatikan lagi mengenai pemberian tugas kepada para saksinya, dengan memberikan pelatihan mengenai undang-undang yang berlaku.
“Saksi yang diberikan mandat oleh partai politik tidak memiliki kompetensi untuk mengawal pemilu ini. Kedepannya, mereka harus mendapatkan materi agar mengerti perubahan-perubahan aturan dalam pemilu, sehingga para saksi memiliki pengetahuan yang baik untuk mengawal proses pemilu itu,” tutup Uthe.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...