Sebab Pendapatan Daerah DKI 2014 Meleset dari Target
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pendapatan daerah Pemerintah Provinsi DKI pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2014 meleset dari target. Menurut data yang didapat dari draf rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) Tahun Anggaran 2014, realisasi pendapatan daerah hanya mencapai 67,8 persen dari target Rp 64,04 triliun.
Pendapatan retribusi daerah menjadi penyumbang terendah pemerintah, yakni hanya mencapai 29,50 persen atau sebesar Rp 1,74 triliun. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, rendahnya retribusi daerah dipengaruhi oleh penurunan volume pengujian kendaraan barang, bus, dan kendaraan umum.
“Banyak kendaraan yang dimutasi ke daerah lain dan belum terlaksananya pengendalian lalu lintas dengan program ERP (Electronic Pricing Road, Red),” ujar Ahok di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (16/9).
Dalam catatan dewan, tak hanya pendapatan retribusi daerah yang meleset dari target, dana bagi hasil pajak dan penerimaan pajak pun tak sesuai harapan. Dana bagi hasil hanya mencapai 53,41 persen dari target Rp 17,37 triliun. Sementara itu, pajak daerah hanya tercapai sekitar 83,23 persen dari target Rp 32,5 triliun.
Ahok menjelaskan, ada beberapa sebab yang membuat pajak daerah tak sesuai target. Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dipengaruhi oleh tingginya mutasi kendaraan keluar daerah, rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar PKB, dan menurunnya daya beli masyarakat.
Selanjutnya, penerimaan pajak air bawah tanah dipengaruhi oleh program konversi penggunaan air tanah menjadi penggunaan air PDAM, sehingga terjadi penurunan konsumsi air tanah diikuti dengan kenaikan konsumsi air dari PDAM.
Rendahnya Pajak Hotel dan Pajak Restoran juga menjadi faktor penghambat pendongkrak pendapatan. Rendahnya pajak tersebut dipengaruhi kebijakan pemerintah yang membatasi penggunaan fasilitas hotel untuk aktivitas pemerintahan. Selain itu, menurunnya daya beli masyarakat tak dapat ditampik sebagai dampak kenaikan harga BBM.
Selanjutnya, Ahok mengatakan pajak reklame dipengaruhi oleh kenaikan tarif nilai sewa reklame yang berdampak pada beralihnya pemasangan reklame ke media elektronik. Untuk pajak parkir dipengaruhi oleh terhambatnya pelaksanaan program ERP dan pemindahan parkir on street menjadi off street.
“Kemudian untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dipengaruhi oleh penurunan transaksi jual beli properti di DKI Jakarta, sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipengaruhi oleh belum selesainya pemutakhiran database yang dilimpahkan dari pemerintah pusat,” ujar Ahok.
Editor : Sotyati
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...