Sebelum Bergabung, RI Perlu Pelajari TPP
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM – Pernyataan mengejutkan datang dari Presiden RI Joko Widodo saat melakukan kunjungan ke Amerika Serikat pada hari Selasa (27/10) yang menyatakan bahwa Indonesia ingin bergabung dengan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Pernyataan itu juga menimbulkan pertanyaan di berbagai kalangan.
“Indonesia adalah negara ekonomi terbuka dan terbesar di Asia Tenggara dan Indonesia bermaksud bergabung dengan TPP,” kata Jokowi di depan Presiden AS Barack Obama.
Apa Itu TPP?
Trans-Pasific Partnership (TPP) adalah perjanjian dagang antara Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Selandia Baru, Meksiko, Cile, Peru, dan empat negara Asia Tenggara yaitu Malaysia, Singapura, Brunei dan Vietnam.
Blok ekonomi TPP ini akan nyaris menghapuskan tarif perdagangan di 12 negara mencakup 40 persen perekonomian dunia. Ini pasar yang teramat besar yang bisa sangat menguntungkan bagi produk Indonesia jika bergabung, namun juga menciptakan ancaman, karena Indonesia juga terbuka bagi 12 negara itu.
"Tidak hanya menyangkut penurunan tarif saja. Tetapi juga mencakup yang lebih jauh dari itu. Yang non trade concern, yang bisa mempengaruhi perdagangan, juga dibahas. Soal hak milik intelektual, lingkungan, kondisi perburuhan, swastanisasi BUMN,” kata ekonom dari Trade Policy Forum, Gusmardi Bustami seperti yang dikutip dari bbc.com pada Rabu (28/10).
Yang butuh modal politik sangat besar adalah swastanisasi BUMN, karena merupakan langkah yang sangat banyak ditentang secara politik.
"Maka nanti kalau sudah ada dokumennya, harus kita pelajari lebih jauh apa yang bisa kita peroleh dari perjanjian standar tinggi ini."
Pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono, Indonesia sudah berkali-kali diajak untuk bergabung karena TPP seakan dibentuk AS untuk menghadapi Tiongkok sementara secara politik, Indonesia ingin memelihara hubungan baik dengan Tiongkok.
TPP yang digagas sejak lima tahun lalu ini mengundang pendapat yang berbeda dari beberapa kalangan. Bahkan AS yang merupakan negara penggagas juga terbelah. Ada yang mendukung ada pula yang menolak.
TPP dianggap memihak perusahaan dan pemilik modal besar saja. Bagi Indonesia, mungkin akan berdampak pada industri tekstil dan pertanian. Meskipun demikian, di sektor pertanian Indonesia bisa meminta perlakuan khusus.
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...