Sejarah Perampasan Palestina Jadi Fokus Utama Pameran WCC
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Dewan Gereja Dunia (WCC) menggelar pameran bertajuk “The Nakba” yang berarti “bencana” di Pusat Ekumenis Jenewa, Swiss.
Pengalaman kematian dan pengusiran yang dihadapi sekitar 750.000 orang Palestina pada 1948 itu menjadi fokus utama pameran WCC tersebut.
Pameran itu menampilkan peta, tabel statistik, ilustrasi proyek, dan gambar yang mencerminkan sejarah kekerasan Palestina antara 1947 hingga 1949.
Selain itu, sebuah konferensi berjudul "From the Nakba to the Kairos Palestine Document: From Despair to Hope" diadakan bersamaan dengan pameran. Para pembicara pada konferensi itu ialah Nora Karmi, koordinator proyek Kairos Palestine; Riccardo Bocco, profesor Ilmu Sosial Politik di Graduate Institute of International Studies and Development di Jenewa; Majed Bamya Sekretaris Kementerian Luar Negeri Ramallah; Jean Feyder mantan duta besar PBB dari Luksemburg; dan Afif Safieh mantan duta besar Palestina di Washington dan Moskow.
"Nakba menggambarkan secara nyata warga Palestina mendekam di kamp-kamp yang penuh sesak di Timur Tengah selama bertahun-tahun," kata Pdt Dr Olav Fykse Tveit, Sekretaris Umum WCC.
Dalam pesan tertulisnya, Tveit mengatakan jumlah pengungsi di Palestina lebih dari 6,5 juta orang.
"Kisah brutal tentang perampasan berlanjut hingga hari ini,” katanya.
Tveit mengatakan pameran itu adalah segelintir kenangan sejarah dan realitas Palestina di bawah penjajahan. Dia mengatakan berbagi fakta sejarah tersebut merupakan "upaya untuk mengatakan kebenaran di dalam kasih sehingga dunia akan mencari solusi untuk menegakkan perdamaian dan keadilan".
Memahami Situasi Palestina
Prof Riccardo Bocco menyatakan dunia sebaiknya memberikan pemahaman yang lebih baik tentang situasi saat ini di Palestina dan Israel.
"Keinginan orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara Yahudi berasal dari kehidupan mereka selama lima abad di Eropa, di mana mereka mayoritas dikeluarkan dari identitas kenasionalannya," katanya.
Majed Bamya, yang bergabung dengan konferensi melalui video conference, mengatakan, "jika cara melawan tanpa kekerasan tersedia untuk yang tertindas, mereka tidak akan memilih cara-cara kekerasan untuk melawan," katanya.
"Masyarakat Palestina punya hak untuk kembali ke rumah mereka, akses, dan pengakuan sebagai bangsa,” dia menambahkan.
Bamya menekankan masyarakat internasional harus mendukung gerakan untuk perdamaian dan kebebasan. Dia mengatakan, "dunia harus memahami sejarah panjang penindasan ini."
Sejumlah besar warga Palestina sampai saat ini masih tinggal di penjara-penjara Israel dan dilupakan oleh dunia, kata Bamya.
Jean Feyder mengatakan dunia harus menghentikan kerja sama militer dan perdagangan senjata dengan Israel. Kerja sama dalam perdagangan senjata dan dukungan teknis untuk Israel dalam jangka panjang melanggar hukum internasional dengan memicu pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut.
Sementara itu, Afif Safieh mendesak masyarakat internasional untuk mengirim pesan yang jelas terhadap apa yang diharapkan dari Israel dan menyerukan perdamaian yang berkelanjutan.
Ia menyebutkan akan memboikot barang yang diproduksi di permukiman Israel di tanah Palestina. (oikoumene.org)
Editor : Sotyati
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...