Sekjen CCA: Stop Diskriminasi Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Gereja harus mengambil prakarsa aktif untuk memastikan bahwa lingkungan gereja layak dan ramah anak,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Asia (Christian Confrencer of Asia/CCA) Pdt Dr Henriette Hutabarat Lebang saat memberikan sambutan pada acara Training of Trainer (TOT) Perlindungan Anak, Rabu (2/4). “Gereja harus berani menolak kekerasan dan diskriminasi terhadap anak,” ia melanjutkan.
Dalam acara yang diselenggarakan di GPIB Jemaat Pniel, Pasar Baru, Jakarta Pusat ini mendorong agar gereja mengusahakan dengan sungguh-sungguh para pendeta, guru-guru sekolah minggu dan semua orang tua anak memiliki kesadaran tentang pentingnya ruang dan lingkungan yang ramah anak tersebut. Di tengah-tengah makin banyak dan beragamnya kasus-kasus kekerasan, pelecehan dan diskriminasi terhadap anak, gereja haruslah yang terdepan dalam menyuarakan suara profetisnya.
Ery Lebang, demikian sapaan akrabnya, mengingatkan peserta tentang makin banyak dan meningkatnya kasus-kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak.
“Kita sering tidak sadar bahwa karpet-karpet mahal yang dijual di pertokoan, sebenarnya dirajut oleh tangan-tangan anak kecil yang terpaksa bekerja di usia masih sangat muda. Anak-anak perempuan di Thailand banyak yang dipajang sebagai daya tarik industri seksual yang makin terus menggeliat di sana”, kata pendeta Gereja Toraja yang bertugas di CCA sejak tahun 2010 tersebut.
TOT Perlindungan Anak merupakan program kerja sama antara CCA dan PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), dihadiri oleh 30 orang pimpinan pelayanan anak tingkat Sinode. Acara ini dihadiri oleh Sunilla Ammar selaku Eksekutif Program CCA yang membidangi Pelayanan Anak. TOT akan berlangsung selama 3 hari dari tanggal 2-4 April 2014 dan membahas sejumlah isu aktual seputar tema perlindungan anak. Sejumlah pakar hadir membekali peserta seperti: Pdt Retno Ngapon, Pdt Gomar Gultom, Dr A. Kambodji, Olanson Girsang, Suwarno Asmoro, Okta Rumpak, Kamma Bunga Kobong, Ahmad Sofian, Prof Dr Irwanto, Rietson Manyonyo, dan Mohammad Farid.
Ery Lebang menantang peserta agar mendukung dan menerapkan Undang-undang Perlindungan Anak dalam pelayanan gereja. “Setiap Guru Sekolah Minggu seharusnya menguasai Undang-undang Perlindungan Anak, jika perlu dijadikan salah satu syarat dalam penerimaan Guru Sekolah Minggu. Begitu juga dalam seleksi dan penerimaan pendeta dan calon pendeta, sebaiknya pemahaman tentang Undang-undang Perlindungan Anak dimasukkan sebagai salah satu syarat. Dengan demikian penerapan akan berefek juga pada proses penerapan Disiplin Gerejawi. Ini akan menegakkan terwujudnya lingkungan gereja yang ramah anak,” tegas mantan Direktur Institut Teologi Gereja Toraja ini mantap.
Ery Lebang juga memberikan apresiasi kepada Jemaat GPIB Pniel yang menjadi tuan rumah TOT tersebut, dan mendorong jemaat-jemaat lainnya untuk melakukan hal yang sama. “CCA dan PGI adalah milik kita semua, milik warga jemaat, milik gereja-gereja. Oleh sebab itu kesediaan menjadi tuan rumah kegiatan CCA dan PGI adalah salah satu bukti kita merasa memiliki CCA dan PGI,” ia menambahkan.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...