Sengketa Lahan TNI AU vs Purnawirawan, Jokowi Diminta Turun Tangan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sengketa antara keluarga purnawirawan TNI Angkatan Udara (AU) yang berdiam di Cikopo, Purwakarta, dengan TNI AU menyangkut lahan pemukiman seluas 16 hektar masih belum menemukan solusi. Keluarga purnawirawan TNI AU yang telah lama berdiam di lahan itu melawan klaim TNI AU bahwa lahan yang berada di Desa Cikopo, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, seluas 16,96 ha merupakan tanah negara c.q. TNI AU dan telah memiliki sertifikat sejak tahun 1983.
Dalam sebuah pernyataan pers yang diterima satuharapan.com, warga yang merupakan purnawirawan TNI AU memberikan penjelasan untuk menunjukkan kekeliruan klaim TNI AU.
"Kami para pemukim wilayah transmigrasi lokal, Cikopo, perlu menyampaikan fakta-fakta yang mungkin pihak TNI AU telah lupa atau sengaja melupakannya. Untuk itu kami para purnawirawan, mohon mengingatkannya kembali," demikian siaran pers tersebut.
Siaran pers tersebut mengutip Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata No. KEP/B/VII/1974 Tentang Program Induk Prasarana Penyaluran Anggota ABRI atas dasar pertimbangan berdasarkan RENSTRA HANKAM 1974-1978. Keputusan tersebut menyatakan perlunya diadakan pemilihan dan pemisahan personel ABRI yang telah mencapai usia persiapan pensiun berdasarkan UU No.6 Tahun 1966 Tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan Bersifat Pensiun dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela.
Keputusan itu juga didasarkan pada UU No.3 Tahun 1972 Tentang Ketentuan-Ketentuan Transmigrasi, sehingga diputuskan bahwa Pola Penyaluran Anggota ABRI tersebut dilaksanakan berdasarkan UU No. 3 Tahun 1972, disesuaikan dalam tata aturan di institusi ABRI pada jaman itu dengan menggunakan istilah transmigrasi lokal.
Berdasarkan keputusan itu, TNI AU melaksanakan penempatan personel yang ikut program transmigrasi lokal. Mereka ditempatkan pada beberapa Pemukiman lokal, antara lain di Lanud Tasikmalaya 100 kk dan Lanud Kalijati 19 kk.
Purnawirawan yang menempati Pemukiman untuk Lanud Kalijati tersebar di Cikopo 8 kk, Cilenca 8kk, dan Gandaria 3kk.
Mereka yang mengikuti program tranmigrasi lokal ini adalah para personel yang telah purnawirawan dan yang telah memasuki MPP, sebagaimana persyaratan yang diatur oleh Undang-undang.
Berdasarkan fakta ini, keluarga purnawirawan TNI AU menilai bahwa Keputusan Menhankam yang dijadikan rujukan bagi para pemukim di lahan TNI AU tersebut adalah perintah pemukiman kembali para pensiunan ABRI, yang mengikuti program transmigrasi lokal. Dengan demikian, tanah yang diserahkan kepada para pengikut transmigrasi itu bersifat tetap. "Tidak ada di Indonesia ini proyek transmigrasi yang kepemilikan tanahnya bersifat tidak tetap. Dengan demikian pernyataan Kadispenau yang menyatakan bahwa tanah yang ditempati oleh purnawirawan transmigrasi lokal saat ini adalah memilik negara yang dapat dikosongkan sewaktu-waktu bila TNI AU membutuhkannya, tidak punya dasar hukum," demikian siaran pers tersebut.
Mereka juga mencontohkan para pemukim yang ditempatkan di pemukiman Lanud Tasikmalaya. Para purnawirawan yang ikut transmigrasi lokal di sana, justru dibantu pengurusan sertifikat tanahnya. Wilayah sebagaimana isi surat Kepala Dinas Pembinaan LANUD Tasikmalaya tertanggal 24 Januari 2001, menyebutkan bahwa tanah seluas total 29.000 Ha adalah pemukiman Purnawirawan TNI AU berdasarkan Surat Pangkodau V No. PrinOps/01/VI/1975 tertanggal 24 Juni 1975 yakni guna kesejahteraan para pemukim.
Yang terjadi di Lanud Kalijati, menurut mereka, justru sebaliknya. TNI AU telah melakukan pensertifikatan atas tanah tersebut dan dalam pengajuan sertifikat, TNI AU menyatakan bahwa lahan seluas 16,96 ha itu adalah lahan kosong, meskipun pada kenyatannya lahan ini merupakan tanah garapan serta tanah pekarangan untuk rumah yang merupakan hak dari dari 8 (delapan) kk peserta transmigrasi lokal.
Yang membuat warga prihatin, diketahui bahwa pada 1994 telah keluar surat penunjukan kepada salah satu anggota pemukiman untuk pengamanan aset TNI AU di Desa Cikopo. Dengan adanya Surat penunjukan ini tampak bahwa TNI AU telah merasa bahwa para pemukim bukan pemilik tanah yang telah mereka tempati sejak tahun 1997, tapi hanya para panjaga aset.
Ditengarai, perlakuan yang demikian ini tidak terjadi hanya untuk pemukiman di Cikopo saja, tapi sudah terjadi juga di beberapa di pemukiman transmigrasi lokal Cilenca dan Gandaria. Dari 2 (dua) wilayah pemukiman transmigrasi lokal TNI AU, hanya yang di lanud Tasikmalaya para pemukim telah mendapatkan sertifikat yang merupakan haknya.
Oleh karena alasan ini, para keluarga purnawirawan TNI AU di Kalijati menilai perlu mempertahankan hak sebagai peserta transimgran lokal. Mereka menyesalkan adanya oknum-oknum TNI AU yang telah berpura-pura lupa pada sejarah transmigrasi lokal TNI AU.
"Dengan adanya program sertifikat oleh Bapak Presiden, kami mohon bantuan bapak Presiden untuk membuat sertifikat tanah yang telah kami tempati sejak tahun 1977," demikian keterangan pers tersebut.
Dikatakan pula bahwa pada tahun 1995, di sekitar pemukiman warga telah dijadikan proyek galian tanah pertambangan golongan C. Ini semakin memicu munculnya spekulasi, apakah perintah pengosongan perumahan transmigrasi lokal ini dimaksudkan untuk memuluskan bisnis yang terkait dengan penggalian tersebut.
Sikap TNI AU
Sementara itu,Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara, Marsekal Pertama Jemi Trisonjaya, menegaskan bahwa aset tanah TNI AU yang berada di Desa Cikopo, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, seluas 16,96 Ha merupakan tanah negara c.q. TNI AU. Tanah itu telah memiliki legalitas berupa sertifikat nomor 12 tahun 1983 dan Inventaris Kekayaan Negara nomor 50508013.
Kadispenau, dalam keterangan persnya kepada media massa juga menegaskan bahwa berita yang beredar bahwa TNI AU melakukan tindakan main hakim sendiri adalah tidak benar, karena pihak TNI AU belum melakukan eksekusi atau tindakan aksi pengosongan lahan tersebut.
TNI AU, dalam hal ini Lanud Suryadarma, kata dia, jauh hari telah melakukan mediasi dan sosialisasi kepada keluarga purnawirawan yang berada di atas tanah TNI AU tersebut. Menurut dia, para perwakilan keluarga tersebut merespon dengan tidak ada keberatan
Selanjutnya, dalam surat Komandan Lanud Suryadarma Nomor B/205/III/2018 tanggal 23 Maret 2018 tujuh kepala keluarga di lahan tersebut diminta untuk mengosongkannya dan diberi tenggat waktu selama satu bulan hingga 22 April 2018. Permintaan itu disampaikan karena dinilai lokasi tersebut saat ini sudah dijadikan sebagai lahan bisnis oleh pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dan berdampak negatif terhadap lingkungan.
Selanjutnya, ia mengatakan TNI AU akan memanfaatkan aset tanah tersebut sebagai tempat latihan dan akan dibangun helipad serta dropping zone bagi pesawat-pesawat helikopter yang bermarkas di Lanud Suryadarma, Kalijati Subang.
Saat ini, ungkap Kadispnau, aset tanah TNI AU tersebut diduduki oleh tujuh keluarga yang terdiri dari dua warakawuri (istri purnawirawan) dan lima keluarga yang merupakan anak-anak dari purnawirawan, yang sudah tidak berhak lagi menempati lokasi tersebut.
Dijelaskan pula bahwa surat keputusan Menhankam/Pangab Nomor Kep/B/28/VII/1974 yang dijadikan rujukan bagi para pemukim di lahan TNI AU tersebut sebagai perintah pemukiman kembali para pensiunan ABRI, bukan berarti mereka memiliki tanah negara, karena perintah tersebut hanya bersifat sementara dan dapat sewaktu-waktu dikosongkan, bila TNI AU membutuhkan lahan tersebut untuk kepentingan dinas.
Kadispenau menandaskan, TNI AU tidak akan mentolerir, bila ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi.
“Tindakan yang dilakukan oleh para pemukim tersebut telah merusak dan mencabut papan informasi yang berbunyi “Tanah Milik TNI AU”. Hal ini merupakan tindakan yang melawan hukum dan masuk kategori aksi penyerobotan tanah yang bukan miliknya,” demikian Kadispenau.
Editor : Eben E. Siadari
Enam Manfaat Minum Air Putih Usai Bangun Tidur
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Terdapat waktu-waktu tertentu di mana seseorang dianjurkan untuk me...