Senjata Kimia: Apa dan Bagaimana Akibatnya
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM – Digunakannya senjata kimia dalam perang sipil di Suriah telah menimbulkan ketegangan dunia. Amerika Serikat dan sekutunya telah memberi sinyal tentang kemungkinan dilakukannya tindakan militer ke Suriah, namun sekutu Suriah, Rusia dan Iran memperingatkan akan risiko meluasnya konflik.
Suriah telah dituduh oleh sejumlah negara dan pihak oposisi telah melakukan serangan menggunakan senjata kimia, dan yang terbaru terjadi pada Rabu (21/8) lalu yang menewaskan ratusan orang di pinggiran ibu kota Suriah, Damaskus.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah mengirimkan sebuah tim yang akan menyelidiki tentang tuduhan itu dan mencari jawaban siapa yang menggunakan senjata kimia yang merupakan pembunuh massal di sana. Pihak oposisi menuduh militer Suriah, dan sebaliknya pemerintah Suriah menuduh oposisi.
Digunakannya senjata kimia sendiri telah mengundang kecaman di seluruh dunia. Sebab, hal itu melangar hukum internasional dan penggunaan senjata kimia telah dinyatakan dilarang di seluruh dunia.
Menurut Deutsche Welle, senjata kimia bisa dalam bentuk gas atau berbentuk cair. Senjata ini diproduksi dengan tujuan melukai atau membunuh orang. Suriah diperkirakan memiliki akses dan kemampuan memproduksi beberapa jenis senjata pemusnah massal ini. Berikut ini beberapa jenis kimia yang digunakan dalam senjata tersebut.
Gas Sarin
Kimiawan Jerman Gerhard Schrader termasuk yang pertama menulis tentang gas sarin pada tahun 1938. Bahan kimia ini pada awalnya digunakan sebagai pestisida, untuk membunuh serangga berbahaya. Saat ini, sarin dianggap paling berbahaya di antara racun saraf.
Kimiawinya serupa dengan struktur bahan kimia yang menyerang dengan melumpuhkan saraf seperti bahan yang lain, yaitu tabun dan VX. Sarin dalam bentuk cair yang tidak berwarna dan tidak berbau, yang karena volatilitasnya yang tinggi dapat dengan mudah menjadi gas. Hal ini juga terjadi dengan sangat singkat, karena dengan cepat menurun menjadi senyawa berbahaya.
Bahkan sejumlah kecil gas sarin dapat mematikan. Penggunaan masker gas dan baju yang menutup seluruh tubuh dapat memberikan perlindungan bagi manusia, selama sekitar setengah jam. Sebab, gas ini juga diserap melalui mata dan kulit. Hal ini menyebabkan impuls saraf yang kemudian ditransmisikan, dan menghasilkan cairan hidung, air mata mengalir dari mata, terjadi kram otot dan akhirnya kematian karena lemas.
Tabun
Schrader juga menemukan bahan gas saraf, tabun, pada tahun 1936. Selama Perang Dunia II, bom diisi dengan senjata kimia, meskipun disebutkan tidak pernah digunakan. Dalam bentuk cair, tabun agak berbau aroma buah, seperti almond pahit. Gas tersebut diserap melalui kontak dengan kulit dan dengan menghirup. Efeknya dan gejalanya yang mirip dengan gas sarin.
VX
Seperti halnya gas sarin, VX pada awalnya dikembangkan sebagai pestisida. Tetapi para ahli kimia Inggris yang menemukannya dengan cepat menyadari bahwa bahan itu terlalu berbahaya untuk pertanian. Keputusan ini, bagaimanapun justru meyakinkan masa depan bahan ini sebagai senjata kimia.
VX memiliki efek toksik mirip dengan sarin dan tabun, namun jauh lebih stabil dan sering kali lebih beracun. Karena kestabilannya, VX menempel pada benda-benda, kulit, pakaian dan lainnya untuk jangka waktu yang jauh lebih lama, dan juga tetap berada di tempatnya cukup lama. VX memiliki konsistensi agak berminyak.
Gas Mustard
Percobaan telah dilakukan dengan gas mustard sebelum Perang Dunia I, ketika pertama kali digunakan dalam pertempuran. Kimiawan Jerman, Wilhelm Lommel dan Wilhelm Steinkopin, telah menyarankan penggunaannya sebagai senjata pada tahun 1916.
Tidak seperti zat lain yang digunakan sebagai senjata kimia, gas mustard tidak secara resmi diklasifikasikan sebagai senjata pemusnah massal.
Gas mustard menembus pakaian dan bisa diserap oleh kulit, dengan efek pertama menunjukkan sekitar 24 jam setelah kontak. Gas mustard menyebabkan kulit kemerahan dan lecet pada kulit dan akhirnya menghancurkan kulit korbannya. Menghirup uap dari gas beracun juga dapat mematikan, karena menghancurkan jaringan paru-paru. (dw.de)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...