September 2015, Indonesia Deflasi 0,05 Persen
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bulan September 2015 Indonesia mengalami deflasi 0,05 persen dari pemantauan 82 kota atau terjadi penurunan Indeks Harga Kosumen (IHK) dari 121,73 pada Agustus 2015 menjadi 121,67 pada September 2015.
“(September 2015) Terjadi deflasi 0,05 persen, inflasi tahun kalender 2,24 persen, inflasi tahun ke tahun (yoy) 6,83 persen, inflasi komponen inti 0,44 persen, inflasi inti yoy 5,07 persen dari 82 kota IHK ada 36 kota mengalami deflasi dan 46 kota mengalami inflasi,” kata Kepala BPS Suryamin saat mengumumkan inflasi bulanan di kantor BPS Jalan Dr. Sutomo Jakarta Pusat, Kamis (1/10).
Deflasi ini terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran yaitu kelompok bahan makanan sebesar 1,07 persen dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,40 persen.
Sedangkan kelompok yang mengalami kenaikan indeks yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,39 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,20 persen; kelompok sandang 0,83 persen; kelompok kesehatan 0,44 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,89 persen.
Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada September 2015 antara lain adalah daging, ayam ras, cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, cabai rawit, minyak goreng, bensin, telur ayam ras, jengkol dan kangkung.
Sedangkan komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah beras, uang kuliah akademi atau perguruan tinggi, emas perhiasan, wortel, bawang putih, mie, nasi dengan lauk, rokok kretek, rokok kretek filter, tarif kontrak rumah, tarif sewa rumah, upah asisten rumah tangga dan mobil.
Pada September 2015 beberapa kelompok pengeluaran yang memberikan andil atau sumbangan deflasi yaitu kelompok bahan makanan 0,23 persen dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,09 persen.
Sedangkan kelompok pengeluaran yang memberikan andil atau sumbangan inflasi yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,07 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,05 persen; kelompok sandang 0,06 persen; kelompok kesehatan 0,02 persen dan kelompok pendidikan rekreasi dan olah raga 0,07 persen.
Perbandingan Antarkota
BPS mencatat dari 82 kota IHK, tercatat 36 kota mengalami deflasi dan 46 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,85 persen dengan IHK 120,15 dan terendah terjadi di Bandung sebesar 0,01 persen dengan IHK 120,61. Sementara itu, inflasi tertinggi terjadi di Merauke sebesar 1,33 persen dengan IHK 123,20 dan terendah terjadi di Jakarta 0,01 persen dengan IHK 122,38.
Sedangkan untuk wilayah Sumatera dari 23 kota IHK, 17 kota mengalami deflasi dan enam kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Sibolga 1,85 persen dengan IHK 1220,15 dan terendah terjadi di Meulaboh 0,02 persen dengan IHK 120,27. Kemudian untuk inflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan 1,20 persen dengan IHK 129,71 dan terendah terjadi di Bandar Lampung 0,02 persen dengan IHK 122,22.
Untuk wilayah Pulau Jawa dari 26 kota IHK, 12 kota mengalami deflasi dan 14 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Surakarta sebesar 0,45 persen dengan IHK 117,97 dan terendah terjadi di Bandung sebesar 0,01 persen dengan IHK 120,61. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Cilegon sebesar 0,30 persen dengan IHK 1224,60 dan terendah terjadi di Jakarta sebesar 0,01 persen dengan IHK 122,38.
“Di Jawa 26 kota yang kita amati 12 kota ini deflasi 14 kota inflasinya 0 sampai 0,5. Jadi dibawah 0,5 dan bahkan tidak ada yg diatas 0,5 jadi cukup bagus,” kata Suryamin.
Kemudian untuk 33 kota IHK di luar Pulau Jawa dan Sumatera, tujuh kota mengalami deflasi dan 26 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Ternate 1,58 persen dengan IHK 124,73 dan terendah terjadi di Samarinda sebesar 0,06 persen dengan IHK 123,14. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Merauke 1,33 persen dengan IHK 123,20 dan terendah terjadi di Bima 0,02 persen dengan IHK 122,20.
“Ini artinya memang selama keseluruhan wilayah Indonesia ini pengendalian inflasi sudah cukup bagus karena sudah ada TPIDnya (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah). Ini perlu karena inflasi bisa menentukan daya beli. Oleh semua Pemda (TPID) sudah menjadi kegiatan yang penting untuk pengendalian harga,” kata dia.
Editor : Bayu Probo
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...