Serangan Bom di Xinjiang, 11 Orang Meninggal
XINJIANG, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 11 orang meninggal dalam serangan di wilayah Xinjiang, China, hari Jumat (14/2) dan delapan tersangka teroris ditembak mati oleh polisi, serta tiga lainnya meledakkan diri setelah melukai empat orang. Demikian dikata pihak berwenang.
Insiden di Distrik Aksu adalah aksi kekerasan terbaru di wilayah China yang bergolak itu, yang penduduknya sebagian besar dari etnis Uighur yang sebagian besar adalah Muslim.
"Delapan teroris meninggal oleh polisi dan tiga bom bunuh diri mereka sendiri selama serangan teroris pada Jumat sore," kata polisi seperti dikutip kantor berita resmi Xinhua.
Para penyerang mengendarai sepeda motor dan mobil yang membawa peluncur roket. Kelompok itu mendekati polisi di dekat sebuah taman di Wushi ketika mereka tengah bersiap untuk patroli, kata polisi.
Portal web Tianshan milik pemerintah Xinjiang, mengatakan bahwa 11 penyerang meninggal, sementara dua polisi dan dua pejalan kaki terluka. Satu dari penyerang ditahan. Foto yang diposting di situs situs tersebut menunjukkan mobil polisi yang hangus terbakar.
Polisi Xinjiang dan petugas informasi yang dihubungi melalui telepon menolak berkomentar. Pejabat pemerintah dan polisi Wushi juga tidak bisa dihubungi.
Rangkaian Serangan
Distrik Aksu, di ujung barat Xinjiang berada dekat dengan perbatasan dengan Kyrgyzstan. Wilayah ini sering dilanda serangan. Tiga ledakan terjadi pada akhir Januari yang membunuh sedikitnya tiga orang, menurut Tianshan. Polisi menembak mati enam orang dalam rangaian pengejaran itu.
Polisi menyebutkan bahwa serangan itu merupakan aksi teroris berencana.
Wilayah Xinjiang yang luas dan kaya sumber daya selama bertahun-tahun dilanda kerusuhan yang antara lain dilakukan oleh Uighur, kata kelompok hak asasi manusia. Hal itu terjadi didorong oleh penindasan budaya, langkah-langkah yang mengganggu keamanan dan arus imigrasi dari etnis Han China ke daerah itu.
Pihak berwenang secara rutin menyebut insiden tersebut sebagai tindakan teroris, dan berpendapat bahwa China menghadapi gerakan separatis dengan kekerasan di daerah yang penduduknya termotivasi oleh ekstremisme agama dan terkait dengan kelompok teroris asing.
"Serangan teroris" mencapai 190 kejadian pada tahun 2012," meningkat dengan margin yang signifikan dari tahun 2011," menurut Xinhua, mengutip pemerintah daerah.
Namun para ahli mempertanyakan kekuatan dari setiap gerakan perlawanan, dan informasi di daerah sulit untuk diverifikasi secara independen.
Keamanan Ketat
Seorang juru bicara Kongres Uighur Dunia di luar negeri, Dilshat Rexit, menyalahkan insiden terbaru itu pada apa yang disebutnya sebagai kebijakan kekerasan China. "Akar kekerasan adalah provokasi petugas bersenjata China dan alasan Uighur untuk ketahanan," kata dia dalam sebuah pernyataan email.
"Yang disebut terorisme adalah alasan politik China untuk menembak mati secara langsung orang-orang yang mengambil sikap, kata dia menambahkan.
Pada Juni lalu di Turpan, juga terjadi serangan yang membunuh 35 orang. Pada bulan Oktober tiga anggota keluarga dari Xinjiang meninggal ketika mereka mengendarai mobil di kerumunan wisatawan di Lapangan Tiananmen di Beijing. Lapangan ini merupakan jantung simbolis dari negara China. Insiden itu membunuh dua orang sebelum kendaraan itu terbakar, menurut pihak berwenang.
Pejabat keamanan China, Meng Jianzhu mengatakan bahwa para penyerang memiliki "pendukung di belakang layar" yaitu Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) yang berbasis di luar negeri.
Amerika Serikat dan PBB mengkategorikan ETIM sebagai organisasi teroris pada tahun 2002, selama periode peningkatan kerja sama AS dan Cina setelah serangan 9/11 di New York dan Pentagon.
Namun kekuatan kelompok ini dan jaringannya dengan terorisme global tidaklah jelas, dan beberapa ahli mengatakan China melebih-lebihkan ancaman itu untuk membenarkan langkah-langkah keamanan yang ketat terhadap Xinjiang.
Bulan lalu polisi menangkap sarjana terkemuka Uighur Ilham Tohti, di Beijing. Dia dikenal sebagai seorang kritikus yang vokal terhadap kebijakan pemerintah China pada kelompok etnis. Dia dituduh terlibat dalam kegiatan separatis.
Konflik Etnis
Xinjiang - yang meliputi seperenam dari wilayah China dan memiliki 30 sumber minyak dan gas China, serta 40 persen produksi batu bara, menurut situs resmi china.org.
Tahun 2011 Uighur terdiri 47 persen dari populasi di Xinjiang dan etnis Han China 38 persen, menurut angka resmi Xinjiang. Pada tahun 1949, sebaliknya etnis Han mayoritas yang dominan di China, hanya merupakan enam persen populasi di sana.
Wilayah ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, tapi para kritikus berpendapat bahwa pembangunan terutama hanya memberi manfaat bagi masuknya etnis Han China.
Bentrokan yang melibatkan Uighur dan Han di ibu kota wilayah itu, Urumqi, terjadi pada tahun 2009 dan menyebabkan sekitar 200 orang meninggal. (AFP)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...