Serangan Umum Kembali Meletus di Yogyakarta
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Pasukan pejuang Republik Indonesia saling berhadapan dengan pasukan Belanda di Jalan Jenderal Sudirman. Di satu sisi, pasukan pejuang ingin mempertahankan kemerdekaan, di sisi lain pasukan Belanda ingin menjajah kembali bumi Indonesia. Tak berselang lama pertempuran akhirnya pecah.
Pasukan Belanda bersenjata lengkap dan diperkuat dengan 3 mobil Jeep merangsek masuk, memaksa pejuang Republik Indonesia untuk mundur. Di bawah hujan peluru, para pejuang tak bergeming dan tetap maju untuk melawan pasukan Belanda. Tekad kuat dan semangat pantang menyerah ini akhirnya membuahkan kemenangan. Belanda takluk di tangan para pejuang.
Inilah drama teatrikal reka ulang kejadian Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta yang bertajuk “Yogyakarta Kota Republik, Kota Perjuangan”. Drama yang dilakukan oleh komunitas penggiat sejarah yang mengatasnaman diri sebagai Komunitas Djogjakarta 1945 ini tersaji dalam Jogja Kreatif Day (JKD) yang dihelat pada Minggu (23/8) pagi.
JKD ke-26 kali ini mengambil tema “Pitulasan”. Dalam bahasa Jawa, “pitulas” berarti angka 17 yang merupakan tanggal kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Tema ini sengaja diangkat untuk memeriahkan peringatan 70 Tahun Indonesia Merdeka.
Panitia JKD ke-26, Citra Tunjung Sari menjelaskan, JKD ke-26 sengaja mengambil tema “Pitulasan” untuk memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Selain drama teatrikal, kegiatan ini juga diisi dengan senam sehat dan aneka lomba.
“Komunitas Djogjakarta 1945 menyuguhkan drama teatrikal Yogyakarta sebagai Kota Republik, Kota Perjuangan. Drama ini akan kembali mengingatkan kita tentang kenangan masa lalu saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” ujar Citra.
Menurut Ketua Komunitas Djogjakarta 1945, Eko Penyo drama teatrikal tersebut menggambarkan saat Agresi Militer Belanda Ke-2 pada Desember 1948. Rentetan peristiwa Agresi Militer Belanda ke-2 tersebut kemudian berlanjut dengan perebutan Yogyakarta yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949.
“Kami ingin mengedukasi masyarakat agar cinta sejarah, terutama Yogyakarta yang menjadi tonggak keutuhan NKRI,” ujar Eko yang kali ini juga bertindak sebagai sutradara.
Sekitar 30 orang aktor ikut terlibat dalam drama teatrikal tersebut. Tak hanya orang dewasa, dalam drama juga terlihat pejuang wanita dan anak-anak SMP. Menurut Eko, keterlibatan anak-anak SMP, aktor lintas gender, dan profesi tersebut merupakan gambaran bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan merupakan kerja keras dari kemajemukan dan kebhinekaan.
“Kebhinekaan dan kemajemukan itu kita angkat sebagai cara untuk menumbuhkan kecintaan dan kebanggan bagi anak kita akan Indonesia,” kata Eko.
JKD merupakan sebuah acara yang bermula dari car free day. Acara yang rutin digelar setiap sebulan sekali ini merupakan kerjasama antara Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan suratkabar Tribun Jogja.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...