Setara: Kericuhan di Sidang MK Menghina Pengadilan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Kericuhan yang terjadi di ruang sidang Mahkamah Konstitusi akibat ketidakpuasan pengunjung terhadap putusan tidak diulangnya Pilkada Gubernur Maluku, mencederai sendi-sendi demokrasi. Apa yang dilakukan oleh para pengunjung sidang tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum.” Itu diungkapkan oleh Hendardi, Ketua SETARA Institute dalam siaran persnya. Ia melanjutkan, “ Tindakan anarkis yang dilakukan di tengah-tengah persidangan adalah salah satu bentuk penghinaan persidangan (contempt of Court), dan sudah selayaknya mendapat hukuman yang setimpal.”
Apa yang dilakukan oleh para pengunjung yang menjadi pelaku kericuhan tersebut menunjukkan belum dewasanya sebagian masyarakat Indonesia dalam berdemokrasi. Perilaku anarkis, kekerasan, intimidasi terhadap para penegak hukum tidak dapat dibenarkan. Sebagai negara hukum, selayaknya berbagai macam ketidakpuasan yang muncul akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi, disikapi dengan upaya hukum juga.
Lembaga-lembaga peradilan harus mendapatkan perlindungan dan jaminan rasa aman, agar dalam setiap putusan yang diambil dapat memenuhi unsur-unsur keadilan. Pengamanan ruang sidang serta penjagaan ketertiban saat sidang berlangsung, mutlak dilakukan. Tidak boleh ada lagi peristiwa yang mengganggu jalannya persidangan, baik di Mahkamah Konstitusi maupun di lembaga-lembaga peradilan lainnya.
Untuk itu, SETARA Institute menyerukan agar pihak kepolisian mengusut tuntas pelaku kerusuhan dan memberikan hukuman yang setimpal. Tidak boleh ada toleransi terhadap pelaku kerusuhan di lembaga peradilan, seperti yang terjadi di Mahkamah Konstitusi. Hukum harus ditegakkan, meskipun di dalam tubuh Mahkamah Konstitusi sendiri terjadi permasalahan.
Protes disertai kekerasan juga muncul karena situasi MK yang kehilangan kredibilitas sebagai lembaga peradilan pemilu. Untuk itu, semua pihak bersama-sama memulihkan kepercayaan publik terhadap MK, karena tugas itu bukan melulu tanggung jawab MK.
Dipicu Keputusan MK
Massa yang diduga berasal dari pendukung salah satu pasangan calon Gubernur Maluku mengamuk dan membuat rusuh di ruangan sidang Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis siang (14/11) di Jakarta.
Melihat situasi tersebut, Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva menskors pembacaan putusan dan langsung meninggalkan ruangan sidang karena diserang massa. Massa antara lain membalik kursi dan meja yang ada sehingga suasana ruangan menjadi berantakan. Selain itu juga ada kaca dan layar LCD yang pecah akibat tindakan massa tersebut.
Sementara itu, sebanyak lima orang diamankan polisi karena mengamuk di dalam ruangan sidang saat pembacaan putusan pilkada Provinsi Maluku di Mahkamah Konstitusi itu. "Ada lima orang kami amankan," kata Kepala Keamanan Dalam (Pamdal) MK, Komisaris Polisi (Kompol) Edi Suwitno saat ditemui wartawan usai kejadian tersebut.
Kronologi
Sebelumnya, sengketa Pilkada Maluku dimohonkan oleh pasangan Jacobus F Puttileihalat-Arifin Tapi Oyihoe dengan kuasa hukum pemohon, Helmi Sulilatu dan kawan-kawan. Selain itu, permohonan juga diajukan oleh pemohon William B Noya-Adam Latuconsina dengan kuasa pemohon AH Wakil Kamal dan kawan-kawan, serta pasangan Herman Adrian Koedoeboen-M Daud Sangadji.
Kemudian kelima orang yang ditangkap polisi itu melakukan perusakan di ruangan sidang karena kecewa hasil putusan sengketa Pilkada Provinsi Maluku yang permohonannya ditolak Majelis Hakim. Usai pembacaan sengketa Pilkada Maluku yang dinyatakan ditolak, massa yang berada di luar sidang pun mulai berulah dengan berteriak-teriak tidak puas.
"MK bohong, MK Maling," kata salah satu orang yang diikuti oleh massa lainnya.
Suasana mulai tak terkendali setelah beberapa orang melempar dan menjungkirbalikan TV LCD di depan ruangan sidang beserta melemparkan kursi petugas keamanan yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang. (Setara/Antara)
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...