Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 15:10 WIB | Senin, 07 Oktober 2013

SETARA: Rekrut Anggota TNI, KPK Terancam Tidak Independen

Kesatuan dari Angkatan Darat (AD) saat latihan baris berbaris di halaman Monas. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Tanpa meragukan kredibilitas dan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan mandatnya, perekrutan 30 anggota TNI untuk pejabat eselon II merupakan ancaman serius bagi reformasi militer dan bagi KPK sendiri,” menurut SETARA Institute kepada satuharapan.com.

Lowongan penyidik untuk TNI

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi membuka lowongan penyidik untuk kalangan TNI dan PPNS. Hal ini merupakan bagian dari pengadaan 286 pegawai KPK melalui program Indonesia Memanggil.

"Untuk penyidik, kami akan menerima, lamaran sebenarnya sudah banyak datang dari PPNS. Jadi, ini akan dibuka untuk PPNS dan TNI," kata Direktur Sumber Daya Manusia KPK Apin Alvin di Jakarta, Kamis (16/5/2012).

Menurutnya, lowongan penyidik tidak dikhususkan untuk TNI dan PPNS saja. KPK masih tetap merekrut penyidik dari kalangan kepolisian, tetapi jalurnya berbeda.

"Biasanya, untuk Polri, mekanismenya dengan kerja sama Mabes Polri," kata Apin.

Sejauh ini, menurut Apin, sudah banyak lamaran yang masuk untuk posisi penyidik dari kalangan PPNS. Dia juga mengungkapkan, dari 286 lowongan itu, ada 149 jabatan fungsional, termasuk penyidik. Sisanya akan mengisi posisi administrasi sekitar 135 orang.

Kritik SETARA Institute

Rekruitmen yang sebenarnya ditujukan untuk mengisi pos investigator dan intel KPK tersebut, membahayakan KPK karena potensial bertentangan dengan prinsip independensi yang dianut KPK.

Ada dua hal yang patut dicemaskan dari langkah pimpinan KPK ini, pertama, perlu dicatat bahwa TNI bukanlah penegak hukum. Pelibatan anggota TNI dalam pemberantasan korupsi dan menjadi bagian KPK justru memperlambat upaya penuntasan reformasi sektor militer agar pure menjadi kekuatan pertahanan bagi bangsa ini. Keterlibatan TNI dalam KPK justru menarik kembali personel TNI menjadi bagian dari penegak hukum. Kedua, melibatkan anggota TNI dalam KPK hanya akan membuat KPK tersandera dan memperluas konflik kepentingan untuk mengusut korupsi di sektor militer. Pengalaman KPK melakukan penindakan terhadap praktik korupsi di institusi Polri saja masih mengalami kendala serius. Apalagi di tubuh TNI. Institusi TNI adalah salah satu sektor yang belum dijamah KPK terkait dugaan sejumlah praktik korupsi.

Perlu dicatat, sejumlah dugaan kasus korupsi saat ini telah melilit institusi TNI, khususnya dugaan penggelapan dalam pembelian Sukhoi, pengadaan alutsista, dan dugaan praktik tidak fair pada bisnis-bisnis yang dikelola oleh TNI. KPK hanya akan mempersulit diri untuk mengusut dugaan korupsi di institusi TNI. Apalagi TNI sampai saat ini masih berlindung di balik Sistem Peradilan Militer, meski personel TNI tersebut melakukan tindak pidana umum, termasuk tindak pidana korupsi. Langkah KPK juga membuat upaya penghapusan peradilan militer dan mewujudkan prinsip kesetaraan di muka hukum menjadi makin rumit.

Sebaiknya KPK membatalkan proses rekruitmen anggota TNI, karena tanpa TNI pun KPK sudah sangat berwibawa dan mampu menjalankan tugasnya. Meskipun menurut KPK para anggota TNI akan pensiun, tetapi esprit de corps akan lebih kokoh mengikat personel TNI yang menyebabkan ketundukan pada korps dan komandan dibanding pada pimpinan KPK yang berganti setiap lima tahun. Semestinya pengalaman KPK berkonflik dengan Polri cukup menjadi pembelajaran. KPK akan sangat baik jika terus mengembangkan dan merekrut penyidik, investigator, dan intel secara mandiri. (Antara)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home