Setya Novanto Mundur, DPR Kehilangan “Bapak Apresiasi”
SATUHARAPAN.COM – Setya Novanto, resmi mengundurkan diri dari jabatan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia periode 2014-2019, pada hari Rabu (16/12) malam. Setya Novanto mundur mengatakan pengunduran dirinya itu untuk menjaga harkat dan martabat serta kehormatan DPR, serta demi menciptakan ketenangan masyarakat.
Keputusan itu diambil Setya Novanto menjelang detik-detik pengambilan keputusan sidang kasus dugaan pelanggaran kode etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Setya Novanto diadukan ke MKD oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, lantaran diduga meminta sejumlah saham kepada PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada 16 November 2015.
Menurut Sudirman Said, hal itu terbukti dilakukan Setya Novanto berdasarkan bukti rekaman percakapan pertemuan Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, yang berlangsung di Hotel The Ritz-Carlton, Kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), pada 8 Juni 2015.
Setya Novanto telah mengundurkan diri, setelah menjalankan tugas yang diberikan kepadanya pada 1 Oktober 2014. Pengunduran diri Setya Novanto ini tampaknya akan ikut menghilangkan satu pernyataan yang biasa didapatkan para awak media di Kompleks Parlemen Senayan, yakni apresiasi.
Setya Novanto dikenal sebagai sosok yang gemar mengapresiasi. Saat disodorkan sejumlah pertanyaan oleh para awak media tentang berbagai isu terhangat, politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu biasanya selalu menyelipkan ucapan, “Saya mengapresiasi.”
Misalnya ketika pesawat AirAsia QZ-8501 jatuh di perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah, pada hari Minggu 28 Desember 2014, Setya Novanto selaku Ketua DPR mengapresiasi kinerja Badan Tim SAR Nasional (Basarnas) yang bekerja keras untuk mengevakuasi pesawat AirAsia.
“Saya mengapresiasi kerja keras Basarnas. Semoga proses evakuasi korban dan pesawat naas ini bisa berjalan cepat," ujar Setya Novanto ketika itu.
Kemudian, Setya Novanto juga pernah mengapresiasi pengunduran diri Bambang Widjojanto dari kursi Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri (Bareskrim Mabes Polri) dalam kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat, pada 26 Januari 2015.
Menurut Setya Novanto, Bambang Widjojanto adalah orang taat pada hukum.
"(BW mundur) sudah sesuai dengan Pasal 32 ayat 2 UU 30 Tahun 2002 tentang KPK sehingga patut diapresiasi karena sesuai dengan ketaatan hukum," kata Setya Novanto kala itu.
Setya Novanto juga pernah mengapresiasi keputusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan tersangka KPK, Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, pada 16 Februari 2015.
Setya Novanto menyatakan, DPR menghormati hasil akhir putusan pengadilan dan mengharapkan semua pihak menerima putusan tersebut. "DPR tentu akan mengapresiasi pihak pengadilan yang sudah memberikan keputusan dengan segala hal yang sudah dipertimbangkan secara masak," kata Setya Novanto saat itu.
Apresiasi Ketika ‘Diserang’
Selanjutnya, ketika ‘Istana’ tengah diramaikan oleh isu perombakan kabinet, Setya Novanto mengapresiasi rencana tersebut. Setya Novanto mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah presiden dalam melakukan perombakan kabinet.
Menurutnya, presiden perlu mengevaluasi kabinetnya agar program-program yang dicanangkan tercapai. "Tentu ini akan jadi evaluasi dari presiden. Kita berikan kepercayaan sepenuhnya kepada presiden dalam memberikan rencana kabinetnya menjadi Indonesia hebat," kata Setya Novanto saat itu.
Bahkan ketika diserang sejumlah anggota DPR karena diduga melanggar kode etik dengan bertemu bakal calon Presiden Amerika Serikat 2016, Donald Trump, akhir bulan Agustus 2015 lalu, Setya Novanto masih mengapresiasi.
Setya Novanto menilai langkah MKD merespons pengaduan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik terkait kehadiran dirinya dan rombongan dalam jumpa pers Donald Trump, patut diapresiasi.
Hal ini menunjukkan bahwa MKD telah menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 dan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Kode Etik dan Tata Beracara MKD.
"Dengan demikian, kami mempersilakan MKD untuk melakukan fungsi, tugas, dan wewenangnya, termasuk melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran tersebut. Meski demikian, kami berharap segenap anggota dan Pimpinan MKD bekerja secara profesional tanpa intervensi kepentingan pragmatis dari pihak-pihak tertentu. Karena kami merasa, kehadiran kami dalam Jumpa Pers bersama Donald Trump tersebut tidak melanggar Kode Etik Anggota DPR," tutur Setya Novanto saat itu.
Kini, tidak ada lagi sosok yang gemar mengapresiasi berbagai isu hangat di Republik Indonesia. Namun, meskipun Setya Novanto telah mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR, pertanyaan apakah Setya Novanto benar meminta sejumlah saham kepada PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih belum terjawab.
MKD menutup kasus dugaan pelanggaran kode etik yang diadukan Sudirman Said, lantaran Setya Novanto mengundurkan diri sebelum keputusan diambil.
Editor : Sotyati
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...