Sidang Isbat Kali Ini Paling Cepat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan sidang isbat yang digelar kali ini paling cepat dalam mengambil keputusan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Menurutnya MUI mengapresiasi kinerja pemerintah melalui Kementerian Agama dalam menentukan 1 Ramadan 1436 Hijriah.
"Ini merupakan yang tercepat. Kita mulai sidang isbat pukul 18.20 WIB tadi dan sudah ditutup dengan mencapai kesepakatan bersama pukul 19.03 WIB," kata Din Syamsuddin usai mengikuti sidang isbat di kantor Kemenag, Jalan MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (16/6).
Din menjelaskan, tercapainya keputusan dengan dalam sidang isbat menentukan waktu awal ibadah puasa tak lepas dari sikap kebersamaan antar pihak-pihak terkait dengan pemerintah. Sesuai dengan tema sidang isbat kali ini yang mengangkat 'Semangat Merintis Kebersamaan dalam Beribadah'.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa upaya penyatuan kesamaan dalam menentukan posisi hilal harus dilakukan seluruh masyarakat Indonesia. Walaupun bagi umat Islam dalam mengawali dan mengakhiri Ramadan sangat kuat dimensi peribadatannya.
"Karena itu segala perbedaan, perdebatan harus terus mendapat penghargaan," kata dia.
Ke depan, MUI bakal meluangkan waktu dalam menjalin kebersamaan unsur-unsur Islam yang ada dengan pemerintah. Bukan hanya dalam menentukan awal puasa tetapi juga hal lain.
"MUI menyambut upaya ini dan bersedia dan bertekad untuk melakukan pertemuan-pertemuan yang lebih intens lagi," katanya.
Sikap Menag Soal Sweeping Ramadan
MUI meluruskan pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin yang disebut menolak sweeping rumah makan pada siang hari sepanjang bulan Ramadan 1436 Hijriah.
"Kontroversi yang berkembang seolah-olah Menag menyarankan kepada yang berpuasa agar menghormati yang tidak berpuasa, sampai kepada boleh buka restoran siang hari," kata Din Syamsuddin.
Din mengaku telah mengklarifikasi langsung kepada Menag Lukman Hakim Saefuddin soal pernyataannya yang berkembang di media massa beberapa hari ini.
"Beliau memberi konfirmasi bahwa itu tidak benar. Yang beliau (menag) maksud bahwa kita seluruh umat Islam perlu mengembangkan sikap toleransi, tenggang rasa," kata dia.
Menurut Din, sesuai ajaran Islam, tentunya bagi yang menjalankan ibadah puasa harus bisa menghormati penganut agama lain atau mereka yang tidak sedang berpuasa.
"Jangan dipaksa-paksa. Ini saatnya umat Islam menunjukkan kedewasaan dalam beragama," kata dia.
MUI memberi imbauan pemilik restoran atau rumah makan bila dimungkinkan bisa menutup usahanya pada siang hari. Sehingga hanya beroperasi di malam hari.
"Tetapi jangan pula umat Islam manja minta dihormati. Tidak perlu ada yang disebut sweeping selama Ramadan ini," kata dia.
Sebelumnya pada haru Senin (15/6) Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mengajak organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak melakukan sweeping warung makan yang buka pada siang hari selama bulan Ramadan.
"Kami berharap tidak ada sweeping," kata dia.
Menurut Lukman, masyarakat sudah semakin dewasa untuk tidak melakukan sweeping di rumah makan yang buka pada siang hari. Dengan kesadaran itu, masyarakat tidak akan melakukan aksi kurang simpatik dengan memaksa penutupan warung makan saat puasa.
Lukman memastikan bahwa tutup tidaknya rumah makan merupakan kesadaran dari pemilik usaha.
"Kita serahkan pada kearifan masyarakat terkait rumah makan buka pada siang hari. Tidak perlu ada aturan dan paksaan," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...