Sidang PBB, Armenia Sebut Pasukan Azerbaijan Lakukan Kekejaman, Termasuk Mutilasi
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, menggunakan pidatonya di hadapan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada hari Kamis (22/9) untuk menuduh Azerbaijan melakukan "kekejaman yang tak terkatakan" selama bentrokan terbaru antara kedua saingan itu, termasuk memutilasi mayat tentara yang tewas.
Pertempuran berkobar pekan lalu antara negara-negara Kaukasus itu, menewaskan hampir 300 orang dalam kekerasan terburuk sejak perang pada 2020.
“Ada bukti kasus-kasus penyiksaan, mutilasi prajurit yang ditangkap atau sudah mati, banyak contoh pembunuhan di luar hukum dan perlakuan buruk terhadap tawanan perang Armenia, serta perlakuan memalukan terhadap mayat-mayat itu,” katanya kepada Majelis Umum PBB.
“Mayat personel militer perempuan Armenia dimutilasi, dan kemudian dengan bangga direkam video dengan kekejaman khusus oleh prajurit Azerbaijan.”
Saat Pashinyan berbicara, Menteri Luar Negeri Azerbaijan, Jeyhun Bayramov, yang akan berpidato di badan global akhir pekan ini, menyaksikan dengan tenang.
Pashinyan melanjutkan: “Tidak diragukan lagi, melakukan kekejaman yang tak terkatakan seperti itu adalah akibat langsung dari kebijakan selama puluhan tahun yang menanamkan kebencian dan permusuhan anti Armenia dalam masyarakat Azerbaijan oleh para pemimpin politik.”
Dia juga menuduh Azerbaijan menembaki fasilitas dan infrastruktur sipil jauh di dalam wilayah negaranya, menggusur lebih dari 7.600 orang, serta menyebabkan tiga warga sipil tewas dan dua hilang.
“Ini bukan bentrokan perbatasan. Itu adalah serangan langsung dan tak terbantahkan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Armenia,” katanya.
Pidato itu muncul hanya beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, mendesak perdamaian antara kedua belah pihak dalam pertemuan di mana ia menjamu diplomat top kedua negara.
“Keterlibatan diplomatik yang kuat dan berkelanjutan adalah jalan terbaik bagi semua orang,” kata Blinken.
Ketua Kongers AS, Nancy Pelosi, selama kunjungan hari Minggu ke ibu kota Armenia, Yerevan, menyalahkan Baku atas serangan "ilegal" di Armenia, mengutuk "serangan terhadap kedaulatan" negara itu.
Hubungan Washington semakin dalam dengan Yerevan yang sekutu tradisionalnya, Moskow, terganggu dengan invasinya ke Ukraina.
Rusia memiliki hubungan dekat dengan kedua negara bekas Uni Soviet. Itu wajib untuk campur tangan jika Armenia diserang di bawah pakta keamanan, tetapi tidak terburu-buru untuk membantu meskipun ada banding dari Yerevan.
Armenia dan Azerbaijan telah berperang dua kali: pada 1990-an dan 2020, atas sengketa wilayah Nagorno-Karabakh, sebuah kantong Azerbaijan yang berpenduduk Armenia.
Perang enam pekan pada tahun 2020 merenggut nyawa lebih dari 6.500 tentara dari kedua belah pihak dan berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia.
Di bawah kesepakatan itu, Armenia menyerahkan sebagian besar wilayah yang telah dikuasainya selama beberapa dekade, dan Moskow mengerahkan sekitar 2.000 penjaga perdamaian Rusia untuk mengawasi gencatan senjata yang rapuh. (AFP/un.org)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...